Alamat

Jl Diponegoro Gg. III Cepu - Jawa Tengah Indonesia

Sabtu, 21 Desember 2013

Dialog Ibn Athaillah Al-Sakandari dengan Ibn Taymiyah


Bismillahi ar-rahmani ar-rahiim.

Abu Fadl Ibn Athaillah Al Sakandari (wafat 709), salah seorang imam sufi terkemuka yang juga dikenal sebagai seorang muhaddits, muballigh sekaligus ahli fiqih Maliki, adalah penulis karya-karya berikut: Al Hikam, Miftah ul Falah, Al Qasdul al Mujarrad fi Makrifat al ism al-Mufrad, Taj al-Arus al-Hawi li tadhhib al-nufus, Unwan al-Taufiq fi al Adad al-Thariq. Juga sebuah biografi: Al-Lataif fi manaqib Abi al Abbas al Mursi wa sayykhihi Abi al Hasan , dan lain- lain.
Beliau adalah murid Abu al Abbas Al- Musrsi (wafat 686) dan generasi penerus kedua dari pendiri tarekat Sadziliyah: Imam Abu Al Hasan Al Sadzili.
Ibn Athaillah adalah salah seorang yang membantah Ibn Taymiyah atas serangannya yang berlebihan terhadap kaum sufi yang tidak sefaham dengannya. Ibn Athaillah tak pernah menyebut Ibn Taymiyah dalam setiap karyanya, namun jelaslah bahwa yang
disinggungnya adalah Ibn Taymiyah saat ia mengatakan dalam Lataif:  sebagai “cendekiawan ilmu lahiriyah”.

Satu Halaman Postingan berikut ini merupakan terjemahan dari bahasa Inggris untuk pertama kali atas dialog bersejarah antara kedua tokoh tersebut.

---------

Naskah Dialog : Dari Usul al-Wusul karya Muhammad Zaki Ibrahim Ibn Katsir, Ibn Al Athir, dan penulis biografi serta kamus biografi, kami memperoleh naskah dialog bersejarah yang otentik.
Naskah tersebut memberikan ilham tentang etika berdebat di antara kaum terpelajar (berpendidikan keislaman).
Di samping itu, ia juga merekam kontroversi antara pribadi yang bepengaruh dalam tasawuf: Syaikh Ahmad Ibn Athaillah Al Sakandari, dan tokoh yang tak kalah pentingnya dalam gerakan “Salafi”:  Syaikh Ahmad Ibn Abd Al Halim Ibn Taymiyah selama era Mamluk di Mesir yang berada dibawah pemerintahan Sulthan Muhammad Ibn Qalawun (Al Malik Al Nasir). Kesaksian Ibn Taymiyah kepada Ibn Athaillah yang Notabene adalah Imam Sufi:

Ibn Taymiyah ditahan di Alexandria. Ketika sultan memberikan ampunan, ia kembali ke Kairo. Menjelang malam, ia menuju masjid Al Ahzar untuk sholat maghrib yang diimami Syaikh ibn Athaillah.
Selepas shalat, Ibn Athailah terkejut menemukan Ibn Taymiyah sedang berdoa dibelakangnya. Dengan senyuman, sang syaikh sufi menyambut ramah kedatangan Ibn Taymiyah di Kairo seraya berkata: Assalamualaykum, selanjutnya ia memulai pembicaraan dengan tamu cendekianya ini.
IBN ATHAILLAH: “Biasanya saya sholat di masjid Imam Husein dan sholat Isya di sini. Tapi lihatlah bagaimana ketentuan Allah berlaku! Allah menakdirkan sayalah orang pertama yang harus menyambut anda (setelah kepulangan anda ke Kairo). Ungkapkanlah kepadaku wahai faqih, apakah anda menyalahkanku atas apa yang telah terjadi?”
IBN TAYMIYAH: “Aku tahu, anda tidak bermaksud buruk terhadapku, tapi perbedaan pandangan di antara kita tetap ada. Sejak hari ini, dalam kasus apa pun, aku tidak mempersalahkan dan membebaskan dari kesalahan, siapapun yang berbuat buruk terhadapku”
IBN ATHAILLAH: Apa yang anda ketahui tentang aku, syaikh Ibn Taymiyah ?
IBN TAYMIYAH: Aku tahu anda adalah seorang yang saleh, berpengetahuan luas, dan senantiasa berbicara benar dan tulus. Aku bersumpah tidak ada orang selain anda, baik di Mesir maupun Syria yang lebih mencintai Allah ataupun mampu meniadakan diri di (hadapan) Allah atau lebih patuh atas perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.Tapi bagaimanapun juga kita memiliki perbedaan pandangan. Apa yang anda ketahui tentang saya? Apakah anda atau saya sesat dengan menolak kebenaran (praktik) meminta bantuan seseorang untuk memohon pertolongan Allah (istighatsah)?
IBN ATHAILLAH: Tentu saja, Rekanku, anda tahu bahwa istighatsah atau memohon pertolongan sama dengan tawassul atau mengambil wasilah (perantara) dan meminta syafaat; dan bahwa Rasulullah saw, adalah seorang yang kita harapkan bantuannya karena beliaulah perantara  kita dan yang syafaatnya kita harapkan.
IBN TAYMIYAH: Mengenai hal ini saya berpegang pada sunnah rasul yang ditetapkan dalam syariat  Dalam hadits berbunyi sebagai: Aku telah dianugerahkan kekuatan syafaat. Dalam ayat al Qur’an juga disebutkan: “Mudah-mudahan Allah akan menaikkan kamu (wahai Nabi) ke tempat yang terpuji (Q.S Al Isra : 79). Yang dimaksud dengan tempat terpuji adalah syafaat. Lebih jauh lagi, saat ibunda khalifah Ali ra wafat, Rasulullah berdoa pada Allah di kuburnya: “Ya Allah Yang Maha Hidup dan Tak pernah mati, Yang Menghidupkan dan Mematikan, ampuni dosa-dosa ibunda saya Fatimah binti Asad, lapangkan kubur yang akan dimasukinya dengan syafaatku, utusan-Mu, dan para nabi sebelumku. Karena Engkaulah Yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun”. Inilah syafaat yang dimiliki rasulullah saw. Sementara mencari pertolongan dari selain Allah, merupakan suatu bentuk kemusyrikan; Rasulullah saw sendiri melarang sepupunya, Abdullah bin Abbas, memohon pertolongan dari selain Allah.
IBN ATHAILLAH: Semoga Allah mengaruniakanmu keberhasilan, wahai faqih?! Maksud dari saran Rasulullah saw kepada sepupunya Ibn Abbas, adalah agar ia mendekatkan diri kepada Allah tidak melalui kekerabatannya dengan rasul melainkan dengan ilmu pengetahuan. Sedangkan mengenai pemahaman anda tentang istighosah sebagai mencari bantuan kepada selain Allah, yang termasuk perbuatan musyrik, saya ingin bertanya kepada anda, ”Adakah muslim yang beriman pada Allah dan rasulNya yang berpendapat ada selain Allah yang memiliki kekuasaaan atas segala kejadian dan mampu menjalankan apa yang telah ditetapkanNya berkenaan dengan dirinya sendiri?”
”Adakah mukmin sejati yang meyakini ada yang dapat memberikan pahala atas kebaikan dan menghukum atas perbuatan buruk, selain dari Allah? Di samping itu, seharusnya kita sadar bahwa ada berbagai ekspresi yang tak bisa dimaknai sebatas harfiah belaka. Ini bukan saja dikhawatirkan akan membawa kepada kemusyrikan, tapi juga untuk mencegah sarana kemusyrikan. Sebab, siapapun yang meminta pertolongan Rasul berarti mengharapkan anugerah syafaat yang dimilikinya dari Allah, sebagaimana jika anda mengatakan: “Makanan ini memuaskan seleraku”.
Apakah dengan demikian makanan itu sendiri yang memuaskan selera anda? Ataukah disebabkan Allah yang memberikan kepuasan melalui makanan?
Sedangkan pernyataan anda bahwa Allah melarang muslim untuk mendatangi seseorang selain Diri-Nya guna mendapat pertolongan, pernahkah anda melihat seorang muslim memohon pertolongan kepada selain Allah? Ayat Al qur’an yang anda rujuk, berkenaan dengan kaum musyrikin dan mereka yang memohon pada dewa dan berpaling dari Allah. Sedangkan satu-satunya jalan bagi kaum muslim yang meminta pertolongan rasul adalah dalam rangka bertawassul atau mengambil perantara atas
keutamaan (hak) rasul yang diterimanya dari Allah (bihaqqihi inda Allah) dan tashaffu atau memohon bantuan dengan syafaat yang telah Allah anugerahkan kepada rasulNya. Sementara itu, jika anda berpendapat bahwa istighosah atau memohon pertolongan itu dilarang syariat karena mengarah pada kemusyrikan, maka kita seharusnya mengharamkan buah anggur karena dapat dijadikan minuman keras. Dan (seharusnya) mengebiri (melumpuhkan kemapuan besetubuh) laki-laki yang tidak menikah untuk mencegah zina.
(Kedua syaikh tertawa atas komentar terakhir ini, sebab  konon Syaikh Ibnu Taymiyah adalah pria yang tidak menikah).
Lalu IBN ATHAILLAH melanjutkan:  “Saya kenal betul dengan segala inklusifitas dan gambaran mengenai sekolah fiqih yang didirikan oleh syaikh anda, Imam Ahmad, dan saya tahu betapa luasnya teori fiqih serta mendalamnya “prinsip-prinsip agar terhindar dari godaan syaitan” yang anda miliki, sebagaimana juga tanggung jawab moral yang anda pikul selaku seorang ahli fiqih. Namun saya juga menyadari bahwa anda dituntut menelisik di balik kata-kata untuk menemukan makna yang seringkali terselubung dibalik kondisi harfiahnya. Bagi sufi, makna laksana ruh, sementara kata-kata adalah jasadnya. Anda harus menembus ke dalam jasad fisik ini untuk meraih hakikat yang mendalam. Kini anda telah memperoleh dasar bagi pernyataan anda terhadap karya Ibn Arabi, Fususul Hikam. Naskah tersebut telah dikotori oleh musuhnya bukan saja dengan kata-kata yang tak pernah diucapkannya, juga pernyataan-pernyataan yang tidak dimaksudkannya (memberikan contoh tokoh islam). Ketika syaikh al-Islam Al Izz ibn Abd Salam memahami apa yang sebenarnya diucapan dan dianalisa oleh Ibn Arabi, menangkap dan mengerti makna sebenarnya dibalik ungkapan simbolisnya, ia segera memohon ampun kepada Allah swt atas pendapatnya sebelumnya dan menokohkan Muhyiddin Ibn Arabi sebagai Imam Islam. Sedangkan mengenai pernyataan al Syadzili yang memojokkan Ibn Arabi, perlu anda ketahui, ucapan tersebut tidak keluar dari mulutnya, melainkan dari salah seorang murid Sadziliyah. Lebih jauh lagi, pernyataan itu dikeluarkan saat para murid membicarakan sebagian pengikut Sadziliyah. Dengan demikian, pernyataan itu diambil dalam konteks yang tak pernah dimaksudkan oleh sang pembicaranya sendiri.
“Apa pendapat anda mengenai khalifah Sayyidina Ali bin Abi Thalib?”
IBN TAYMIYAH: Dalam salah satu haditsnya, rasul saw bersabda: “Saya adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya”. Sayyidina Ali adalah merupakan seorang mujahid yang tak pernah keluar dari pertempuran kecuali dengan membawa kemenangan. Siapa lagi ulama atau fuqaha sesudahnya yang mampu berjuang demi Allah menggunakan lidah, pena dan pedang sekaligus? Dialah sahabat rasul yang paling sempurna-semoga Allah membalas kebaikannya. Ucapannya bagaikan cahaya lampu yang menerangi sepanjang hidupku setelah al quran dan sunnah. Duhai! Seseorang yang meski sedikit perbekalannya namun panjang perjuangannya.
IBN ATHAILLAH: Sekarang, apakah Imam Ali ra meminta agar orang-orang berpihak padanya dalam suatu faksi? Sementara faksi ini mengklaim bahwa malaikat jibril melakukan kesalahan dengan menyampaikan wahyu kepada Muhammad saw, bukannya kepada Ali! Atau pernahkah ia meminta mereka untuk menyatakan bahwa Allah menitis ke dalam tubuhnya dan sang imam menjadi tuhan? Ataukah ia tidak menentang dan memberantas mereka dengan memberikan
fatwa (ketentuan hukum) bahwa mereka harus dibunuh di manapun mereka ditemukan?
IBN TAYMIYAH: Berdasarkan fatwa ini saya memerangi mereka di pegunungan Syria selama lebih dari 10 tahun.
IBN ATHAILLAH: Dan Imam Ahmad- semoga Allah  meridoinya- mempertanyakan perbuatan sebagian pengikutnya yang berpatroli, memecahkan tong-tong anggur (di toko-toko penganut kristen atau dimanapun mereka temukan), menumpahkan isinya di lantai, memukuli gadis para penyanyi, dan menyerang masayarakat di jalan. Meskipun sang Imam tak memberikan fatwa bahwa mereka harus mengecam dan menghardik orang-orang tersebut. Konsekuensinya para pengikutnya ini dicambuk, dilempar ke penjara dan diarak di punggung keledai dengan menghadap ekornya. Apakah Imam Ahmad bertanggung jawab atas perbuatan buruk yang kini kembali dilakukan pengikut Hanbali, dengan dalih melarang benda atau hal-hal yang diharamkan? Dengan demikian, Syaikh Muhyidin Ibn Arabi tidak bersalah atas pelanggaran yang dilakukan para pengikutnya yang melepaskan diri dari ketentuan hukum dan moral yang telah ditetapkan agama serta melakukan pebuatan yang dilarang agama. Apakah anda tidak memahami hal ini?
IBN TAYMIYAH: “Tapi bagaimana pendirian mereka di hadapan Allah? Di antara kalian, para sufi, ada yang menegaskan bahwa ketika Rasulullah saw memberitakan khabar
gembira pada kaum miskin bahwa mereka akan memasuki surga sebelum kaum kaya, selanjutnya kaum miskin tersebut tenggelam dalam luapan kegembiraan dan mulai merobek-robek jubah mereka; saat itu malaikat jibril turun dari surga dan mewahyukan kepada rasul bahwa Allah akan memilih di antara jubah-jubah yang robek itu; selanjutnya malaikat jibril mengangkat satu dari jubah dan menggantungkannya di singgasana Allah. Berdasarkan ini, kaum sufi mengenakan jubah kasar dan menyebut dirinya fuqara atau kaum “papa”.
IBN ATHAILLAH: “Tidak semua sufi mengenakan jubah dan pakaian kasar  Lihatlah apa yang saya kenakan; apakah anda tidak setuju dengan penampilan saya?
IBN TAYMIYAH: “Tetapi anda adalah ulama syariat dan mengajar di Al Ahzar.”
IBN ATHAILLAH: “Al Ghazali adalah seorang imam syariat maupun tasawuf. Ia mengamalkan fiqih, sunnah, dan syariat
dengan semangat seorang sufi. Dan dengan cara ini, ia mampu menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Kita tahu bahwa dalam tasawuf, noda tidak memiliki tempat dalam agama dan bahwa kesucian merupakan ciri dari kebenaran. Sufi yang tulus dan sejati harus menyuburkan hatinya dengan
kebenaran yang ditanamkan ahli sunnah. Dua abad yang lalu muncul fenomena sufi gadungan yang anda sendiri telah mengecam dan menolaknya. Dimana sebagian orang  mengurangi kewajiban beribadah dan peraturan keagamaan, melonggarkan berpuasa dan melecehkan pengamalan sholat wajib lima kali sehari. Ditunggangi kemalasan dan ketidakpedulian, mereka telah mengklaim telah bebas dari belenggu kewajiban beribadah. Begitu brutalnya tindakan mereka hingga Imam Qusyairi sendiri mengeluarkan kecaman dalam bukunya ar Risalah ( Risalatul Qusyairiyah ). Di sini, ia juga menerangkan secara rinci jalan yang benar menuju Allah, yakni berpegang teguh pada Al Quran dan Sunnah. Imam tasawuf juga berkeinginan mengantarkan manusia pada kebenaran sejati, yang tidak hanya diperoleh melalui bukti rasional yang dapat diterima akal manusia yang dapat membedakan yang benar dan salah, melainkan juga melalui penyucian hati dan pelenyapan ego yang dapat dicapai dengan mengamalkan laku spiritual. Kelompok diatas selanjutnya tersingkir lantaran sebagai hamba Allah sejati,
seseorang tidak akan menyibukkan dirinya kecuali demi kecintaannya pada Allah dan rasul-NYA. Inilah posisi mulia yang menyebabkan seorang menjadi hamba yang shaleh, sehat dan sentosa. Inilah jalan guna membersihkan manusia dari hal-hal yang dapat menodai manusia, semacam cinta harta, dan ambisi akan kedudukan tertentu. Meskipun demikian, kita harus berusaha di jalan Allah agar memperoleh ketentraman beribadah.
Sahabatku yang cendekia, menerjemahkan naskah secara harfiah terkadang menyebabkan kekeliruan. Penafsiran harfiahlah yang mendasari penilaian anda terhadap Ibn Arabi, salah seorang imam kami yang terkenal akan kesalehannya. Anda tentunya mengerti bahwa Ibn Arabi menulis dengan gaya simbolis; sedangkan para sufi adalah orang-orang ahli dalam menggunakan bahasa simbolis yang mengandung makna lebih dalam dan gaya hiperbola yang menunjukkan tingginya kepekaan spiritual serta kata-kata yang menghantarkan rahasia mengenai fenomena yang tak tampak.
IBN TAYMIYAH: “Argumentasi tersebut justru ditujukan untuk anda. Karena saat Imam al-Qusyairi melihat pengikutnya melenceng dari jalan Allah, ia segera mengambil langkah untuk membenahi mereka. Sementara apa yang dilakukan para syaikh sufi sekarang? Saya meminta para sufi untuk mengikuti jalur sunnah dari para leluhur kami (salafi) yang saleh dan terkemuka: para sahabat yang zuhud, generasi sebelum mereka dan generasi sesudahnya yang mengikuti langkah mereka. Siapapun yang menempuh jalan ini, saya berikan penghargaan setinggi-tingginya dan menempatkan sebagai imam agama. Namun bagi mereka yang melakukan pembaruan yang tidak berdasar dan menyisipkan gagasan kemusyrikan seperti filososf Yunani dan pengikut Budha, atau yang beranggapan bahwa manusia menempati Allah (hulul) atau menyatu denganNya (ittihad), atau teori yang menyatakan bahwa seluruh penampakan adalah satu adanya/
kesatuan wujud (wahdatul wujud) ataupun hal-hal lain yang diperintahkan syaikh anda: semuanya jelas perilaku ateis dan kafir”.
IBN ATHAILLAH: “Ibn Arabi adalah salah seorang ulama terhebat yang mengenyam pendidikan di Dawud al Zahiri seperti Ibn Hazm al Andalusi, seorang yang pahamnya selaras dengan metodologi anda tentang hukum islam, wahai penganut Hanbali! Tetapi meskipun Ibn Arabi seorabg Zahiri (menerjemahkan hukum islam secara lahiriah), metode yang ia terapkan untuk memahami hakekat adalah dengan menelisik apa yang tersembunyi, mencari makna spiritual (thariq al bathin), guna mensucikan bathin (thathhir al bathin). Meskipun demikian tidak seluruh pengikut mengartikan sama apa-apa yang tersembunyi. Agar anda tidak keliru atau lupa, ulangilah bacaan anda mengenai Ibn Arabi dengan  pemahaman baru akan simbol-simbol dan gagasannya. Anda akan menemukannya sangat mirip dengan al- Qusyairi. Ia telah menempuh jalan tasawuf di bawah payung al-quran dan sunnah, sama seperti hujjatul Islam Al Ghazali, yang mengusung perdebatan mengenai perbedaan mendasar mengenai iman dan isu-isu ibadah namun menilai usaha ini kurang menguntungkan dan berfaedah. Ia mengajak orang untuk memahami bahwa mencintai Allah adalah cara yang patut ditempuh seorang hamba Allah berdasarkan keyakinan. Apakah anda setuju wahai faqih? Atau anda lebih suka melihat perselisihan di antara para ulama? Imam Malik ra. telah mengingatkan mengenai perselisihan semacam ini dan memberikan nasehat: Setiap kali seseorang berdebat mengenai iman, maka kepercayaannya akan berkurang.”
Sejalan dengan ucapan itu, Al Ghazali berpendapat: Cara tercepat untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah melalui hati, bukan jasad. Bukan berarti hati dalam bentuk fisik yang dapat melihat, mendengar atau merasakan secara gamblang. Melainkan, dengan menyimpan dalam benak, rahasia terdalam dari Allah Yang Maha Agung dan Besar, yang tidak dapat dilihat atau diraba. Sesungguhnya ahli sunnahlah yang menobatkan syaikh sufi, Imam Al-Ghazali,
sebagai Hujjatul Islam, dan tak seorangpun yang menyangkal pandangannya bahkan seorang cendekia secara berlebihan berpendapat bahwa Ihya Ulumuddin nyaris setara dengan Al Quran. Dalam pandangan Ibn Arabi dan Ibn Al Farid, taklif atau kepatuhan beragama laksana ibadah yang mihrab atau sajadahnya menandai aspek bathin, bukan semata-mata ritual lahiriah saja. Karena apalah arti duduk berdirinya anda dalam sholat sementara hati anda dikuasai selain Allah. Allah memuji hambaNya dalam Al Quran:”(Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sholatnya”; dan Ia mengutuk dalam firmanNya: “(Yaitu) orang-orang yang lalai dalam sholatnya”
Inilah yang dimaksudkan oleh Ibn Arabi saat mengatakan: “Ibadah bagaikan mihrab bagi hati, yakni aspek bathin, bukan lahirnya”. Seorang muslim takkan bisa mencapai
keyakinan mengenai isi Al Quran, baik dengan ilmu atau pembuktian itu sendiri, hingga ia membersihkan hatinya dari segala yang dapat mengalihkan dan berusaha untuk khusyuk. Dengan demikian Allah akan mencurahkan ilmu ke dalam hatinya, dan dari sana akan muncul semangatnya. Sufi sejati tak mencukupi dirinya dengan meminta sedekah. Seseorang yang tulus adalah ia yang menyuburkan diri di (hadapan) Allah dengan mematuhi-Nya. Barangkali yang menyebabkan para ahli fiqih mengecam Ibn Arabi adalah karena kritik beliau terhadap keasyikan mereka dalam berargumentasi dan berdebat seputar masalah iman, hukum kasus-kasus yang terjadi (aktual) dan kasus-kasus yang baru dihipotesakan (dibayangkan padahal belum terjadi). Ibn Arabi mengkritik demikian karena ia melihat betapa sering hal tersebut dapat mengalihkan mereka dari kejernihan hati. Ia menjuluki mereka sebagai “ahli fiqih basa-basi wanita”. Semoga Allah mengeluarkanmu karena telah menjadi salah satu dari mereka! Pernahkah anda membaca pernyataan Ibn Arabi bahwa: ”Siapa saja yang membangun keyakinannya
semata-mata berdasarkan bukti-bukti yang tampak dan argumen deduktif, maka ia membangun keyakinan dengan dasar yang tak bisa diandalkan. Karena ia akan selalu dipengaruhi oleh sanggahan-sanggahan balik yang konstan. Keyakinan bukan berasal dari alasan logis melainkan tercurah dari lubuk hati.” Adakah pernyataan yang seindah ini?”
IBN TAYMIYAH: “Anda telah berbicara dengan baik, andaikan saja gurumu seperti yang anda katakan, maka ia sangat jauh dari kafir. Tapi menurutku apa yang telah ia ucapkan tidak mendukung pandangan yang telah anda kemukakan.”

--------

Diterjemahkan dari On Tasawuf Ibn Atha’illah Al- Sakandari: “The Debate with Ibn Taymiyah, dalam buku karya Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani’s The repudiation of “Salafi” Innovations (Kazi, 1996) h. 367-379.

Humor Tukang Debat

Berikut ini adalah humor yang saya peroleh dari AZZAUW SYMBIAN'S MOBILE tentang perdebatan dua orang yang berlainan madzhab, saya postkan disini bukan untuk menghina atau melecehkan suatu kelompok tertentu, tapi hanya sebagai pengingat bagi diri kita (terutama saya sendiri) agar dapat bertoleransi (tasamuh) dan tidak gampang menyalahkan orang lain yang berbeda pendapat.
Dan jika memang akan berdebat maka gunakanlah cara-cara yang baik dan ilmiah seperti yang biasa dilakukan oleh para ulama (lihat posting saya berikutnya yaitu perdebatan antara Ibnu Atho'illah dan Ibnu Taimiyah).

-----------


Assalamu'alaikum Wr Wb.

Pkikiki...lucu banget,,
Tadi sepulang dari rumah temen ane ketemu lagi dengan kenalan seorang wahabi.
Memang kalau ane dari luar ingin pulang kerumah pasti akan menempuh jalan kecil depan rumahnya karena rumahnya berada disimpang dan dia punya warung harian.
Gaya khas hariannya kalau lagi jaga toko pakai celana cingkrang baju putih, peci putih, jenggotan dikit, jidat hitam, sambil duduk2 di meja kasir plus nyetelin radio hang fm.
Nih orang bukan sekali dua kali terlibat sindir2an dengan ane.
Beberapa minggu yg lalu pas ane pulang maulid disindirin ame die katanya sambil duduk2 di tokonya.
"Dari mana akhi? habis pulang dari acara bid'ah yah??"
Ane jawab aja "Iye nih habis pulang dari acara bid'ah hasanah, namanya juga bulan maulid, maulid ada banyak neh, dan makin rame aja yg hadir walau di bilang bid'ah"
"Iya nih bulan ini banyak banget acara bid'ah, tuh disana ada juga, nih di belakang dekat mesjid anu ada juga, besok di masjid anu katanya ada juga" katanya sambil nunjuk2in
jarinya.
"tapi walau rame sekalipun kalau nggak sesuai sunnah akan sia2" lanjutnya.
Ane jawab "Iya kali akhi kalau sunnah versi Albani, kalau ane sih sunnah versi Ibnu Hajar al asqalani, guru dari guru guru guru guru nya Albani beliau bilang maulid adalah bid'ah
hasanah" kata ane sambil berlalu.
Beberapa hari setelahnya pas ana pulang dari acara maulid yg lain lagi ane disindirin lagi ame die, katanya "Wah masih semangat aja nih akhi menghadiri acara-acara bid'ah"
"Iye akh bener ente, ane makin semangat ikut acara bid'ah hasanah, memang bid'ah hasanah sangat perlu, kalau nggak pakai bid'ah hasanah mungkin indonesia ini masih aja jadi hindu sampe sekarang, radio hang fm yg selalu ente dengerin itu gak akan ada" ane jawab gitu.
Die pun diem kayak kebingungan mau jawab apa....
pkikikikikiik
Rupanya dia belum kapok juga, tadi pas pulang dari rumah temen ane disindirin lagi ame die. 
"Nih pasti abis pulang dari acara bid'ah lagi ya akhi?" katanya gitu.
"Iya nih akh acara bid'ah hasanah."
"Pelaku bid'ah itu lebih disukai iblis dari pada pelaku maksiat" katanya.
Ane udah sebel banget ama dia ini sebenarnya, karena kalau diajak ngobrol hujjah2 secara serius dia gak pernah mau.
Tiba2 didepan kami lewatlah tukang somai pake sepeda dengan membawa kotak somai dibelakangnya sambil teriak "Somai Somai Somai.....!!!"
Nggak jauh di depan terlihat tukang somainya berhenti dan turun dari sepedanya, ternyata ada orang yang beli somainya.
Nggak jauh dari situ ada lagi terdengar teriakan sateee sateeeeeeee diiringi dengan suara mangkok yg dipukul ting..ting..ting..ting..ting..
Bener tak lama muncullah tukang sate dari gang sebelah sambil mendorong gerobak..
Hati ane jadi geli pengen ketawa..dalam hati ane bilang "nih tukang somai ama tukang sate lewat di sini benar2 disaat yang tepat...!!"
Trus ane bilang ke dia.
"Akhi .. coba ente liat itu tukang somai," kata ane sambil menunjuk penjual somai,
"Dan yg itu." kata ane sambil menunjuk ke penjual sate.
"Apa yg dia teriakkin?? Sate sate kan? itu menunjukkan bahwa dia adalah seorang tukang sate kan? Dan nanti kalau ada tukang soto lewat pasti dia akan teriak2 sotoooooooo sotoooooooooooo, Dan ente tiap hari teriak2 bid'ah bid'ah itu berarti ente sejatinya adalah adalah tukang ....?????????????" kata ane sambil melangkah pulang...
Ana liat wajahnya berubah yg tadi senyum menjadi diem gak bisa bunyi lagi,,,
Ane ngerasa lucu,, wkwkwkwk dalam hati ane bilang, kena deh lu pkikiki....

Wassalamu'alaikum Wr Wb.



Rabu, 20 November 2013

Kitab Masail Abi al-Laits dan terjemahannya

Kitab ini adalah karangan Imam Abu al-Laits al-Samarkandi seorang ulama ahli tafsir dan ahli hadits yang wafat pada tahun 373 H,

Kitab kecil  ini berisi tentang tanya jawab di seputar iman, seluruhnya ada 17 macam tanya jawab. Meski kitab ini kecil akan tetapi isinya sangat penting untuk diketahui bagi setiap orang Islam.

Di Indonesia kitab ini biasa dikaji di pondok pesantren bersama syarahnya yaitu Qotr al-Ghaits karangan ulama Indonesia yang terkenal yaitu Syaikh Nawawi Banten.

Alhamdulillah, saya telah selesai menulis ulang kitab ini disertai harakatnya serta sedikit catatan kaki yang saya ambil dari kitab syarah Qatr al-Ghaits. Dan saya juga telah  selesai menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.

Anda  yang ingin dapat mendownload kitabnya dalam bahasa Arab di  bawah ini
PDF       Doc

Untuk terjemahannya dalam bahasa Indonesia dapat di download di bawah ini
PDF       Doc

Semoga bermanfaat

Sabtu, 02 November 2013

Ular Tangga Huruf Hijayyah

Permainan ular tangga ini dimaksudkan untuk mengajak anak-anak belajar huruf-huruf hijayyah yang telah disambung dengan cara menarik dan menyenangkan sehingga diharapkan mereka dapat mengingat huruf-huruf itu dengan mudah dalam pikiran mereka.
Permainan yang cocok digunakan untuk anak-anak yang telah selesai mengaji jilid 2 (iqrro / qiroati / nahdiyyah).
Anda dapat memodifikasi, merubah dan menyesuaikannya sesuai dengan keperluan atau mata pelajaran yang akan diajarkan.



Download
Doc   Pdf

Semoga bermanfaat

Senin, 28 Oktober 2013

Hukum Membaca Doa Iftitah Setelah Membaca Ta’awudz Atau Basmalah



Ada suatu pertanyaan sederhana dari salah seorang peserta jamaah pengajian rutin yang diadakan oleh salah seorang teman saya yang ternyata membuat  dia (juga saya) agak bingung dan ragu-ragu untuk menjawabnya secara langsung.
Yaitu bolehkan membaca iftitah jika ia sudah terlanjur membaca ta’awudz atau basmalah?

Untung saja para ulama dengan kedalaman ilmu mereka telah menjawab masalah ini dengan jelas dalam kitab-kitab mereka.

Ibn Hajar al-Haitami berkata:
(وَيَفُوْتُ) دُعَاءُ اْلاِفْتِتَاحِ (بِالتَّعَوُّذِ) فَلاَ يُنْدَبُ لَهُ الْعَوْدُ إِلَيْهِ لِفَوَاتِ مَحَلِّهِ (وَ) يَفُوْتُ (بِجُلُوْسِ الْمَسْبُوْقِ مَعَ اْلإِمَامِ) كَذَلِكَ، فَلَوْ سَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ لَمْ يَفُتْ، وَ(لاَ) يَفُوْتُ (بِتَأْمِيْنِهِ مَعَهُ) أَيْ مَعَ إِمَامِهِ ِلأَنَّهُ يَسِيْرٌ.
Dan do’a iftitah itu hilang(berlalu) dengan bacaan ta’awudz, maka tidak disunnahkan bagi orang yang shalat kembali membaca do’a iftitah karena telah berlalu tempatnya. Dan hilang pula do’a iftitah dengan duduknya makmum masbuq (ketinggalan) dengan bersama dengan duduknya Imam, kalau imam itu salam sebelum makmum masbuq duduk maka ia dapat membaca do’a iftitah. Dan do’a iftitah tidak berlalu waktunya dengan bacaan amin makmum bersamaan dengan imamnya karena itu hanya sedikit.
[Syarh al-Minhaj al-Qowim hal 246]

Imam Nawawi Banten berkata:
وَيَفُوْتُ دُعَاءُ اْلاِفْتِتَاحِ بِالشُّرُوْعِ فِيْمَا بَعْدَهُ عَمْدًا أَوْسَهْوًا، وَخَرَجَ بِذَلِكَ مَا لَوْ سَبَقَ لِسَانُهُ فَلاَ يَفُوْتُ
Dan do’a iftitah itu hilang(berlalu) dengan melakukan (ucapan-ucapan) sesudahnya baik sengaja atau lupa. Kecuali bila lidahnya tidak sengaja (mengatakannya) maka dia boleh membaca iftitah.
[Nihayah al-Zain hal 63]

Sayyid al-Ba’lawi berkata:
يَفُوْتُ دُعَاءُ اْلاِفْتِتَاحِ وَالتَّعَوُّذُ بِاْلاِتْيَانِ بِمَا بَعْدَهُمَا مِنَ التَّعَوُّذِ فِى اْلأَوَّلِ وَالْبَسْمَلَةِ فِى الثَّانِيَةِ عَمْدًا أَوْ سَهْوًا بِخِلاَفِ مَا لَوْ سَبَقَ لِسَانُهُ
Dan do’a iftitah dan ta’awaudz itu hilang(berlalu) dengan melakukan (ucapan-ucapan) sesudahnya, yakni ta’awudz dalam masalah pertama (yaitu do’a iftitah) dan basmalah dalam masalah kedua (yaitu membaca ta’awudz)  baik sengaja atau lupa. Berbeda halnya jika lidahnya tidak sengaja (terlanjur mengatakannya)  
[Bughyah al-Mustarsyidin hal 44]

Kesimpulannya:
Jika pembacaan ta’awudz atau basamalah sebelum membaca iftitah dilakukan dengan sengaja atau lupa maka tidak disunnahkan bagi orang yang shalat membaca do’a iftitah karena waktunya telah lewat (hilang)
Jika pembacaan ta’awudz atau basamalah sebelum membaca iftitah dilakukan karena lidahnya tidak sengaja atau terlanjur (padahal di hatinya sudah berniat membaca do’a iftitah) maka ia boleh membaca do’a iftitah.

Semoga bermanfaat

Minggu, 06 Oktober 2013

Hukum Meletakkan Tangan Dan Kaki Ketika Sujud

Suatu waktu –saat saya sedang asyik membaca buku cerita- ada telpon dari seorang teman yang bertanya tentang hukum meletakkan tangan dan kaki ketika sujud, apakah wajib atau tidak ?
Jika wajib bagaimana pelaksanaannya?
Saat itu saya menjawabnya sesuai dengan apa yang saya ingat saja bahwa hukumnya memang wajib, karena teman saya masih belum puas maka ia meminta saya untuk mencari kalau ada hukum lainnya. Karena saat itu saya masih punya sedikit kesibukan hingga belum sempat menindak lanjuti permintaannya.
Alhamdulillah hari ini bisa juga saya menyempatkan diri membaca kitab-kitab fiqih yang sudah agak kotor dan  berdebu karena sudah lama sekali tidak saya sentuh dan baca.
Karena mungkin hal ini juga pernah menjadi pertanyaan sebagian pembaca maka akhirnya saya membuat dan menuliskan jawabannya.

Dalam madzhab Syafi’i (demikian pula madzhab-madzhab yang lain) dalam sujud yang hukumnya wajib adalah meletakkan dahinya (meski hanya sebagian) ke tempat sujud.
Hal ini karena hadits:
إِذَا سَجَدْتَ فَمَكِّنْ جَبْهَتَكَ مِنَ اْلأَرْضِ وَلاَ تَنْقُرْ نَقْرًا
Apabila kau bersujud maka kokohkanlah  dahimu pada tanah, dan janganlah mencocokkannya.
[HR Ibnu Hibban no 1887 dari Abdullah bin Umar RA, Ibnu Hajar berkata: Imam Nawawi berkata; hadits yang tidak dikenal, dan ia menyebutkannya dalam kitab al-Khulasah dalam fasal hadits dlo’if –lihat Talkhis al-khabir hadits no 374]

Sedangkan meletakkan hidung ketika bersujud hukumnya adalah sunnah saja (kecuali dalam madhab hanbali yang mewajibkannya).
Hal ini, dikarenakan meskipun ada hadits:
أَنَّ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا سَجَدَ أَمْكَنَ أَنْفَهُ وَجَبْهَتَهُ مِنَ اْلأَرْضِ
Sesungguhnya Nabi SAW bersujud dan mengokohkan dahi dan hidungnya pada tanah.
[HR Abu Dawud no 734 dengan sedikit perbedaan kalimat dari Abu Humaid al-Sa‘idiy]

Akan tetapi ada hadits lain yang menjadi pertanda bahwa meletakkan hidung dalam sujud hanya sunnah saja yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Jabir RA:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَجَدَ بِأَعْلَى جَبْهَتِهِ عَلىَ قِصَاصِ شَعْرٍ
Aku melihat Rasulullah SAW bersujud dengan bagian atas dahinya  di atas ujung  tempat tumbuhnya rambut.
[HR al-Daraqutni no 1336, dari Jabir RA, Ibnu Hajar berkata: Di dalam sanadnya ada ‘Abdul ‘aziz bin ‘Abdullah, al-Daraqutni berkata: rowi yang tidak kuat, al-Nasai berkata: matruk (ditinggalkan  ulama). Hadits ini diriwayatkan al-Tabarani dalam Mu’jam al-Ausath dari jalur lain Abu Bakr bin Abi Maryam, dari Hakim bin ‘Umair, dari Jabir. Ibnu Hibban menganggap hadits ini cacat karena Ibnu Abi Maryam hafalannya jelek, dia meriwayatkan hadits dan salah.- lihat Talkhis hadits no: 375]

Adapun dalam hukum meletakkan kedua tangan, kedua lutut dan kedua telapak kaki dalam sujud, dalam madzhab Syafi’i  ada 2 pendapat:
1.    Tidak wajib karena seandainya wajib maka bagi orang yang tidak dapat melakukannya (‘ajz) sujud, ia akan wajib membuat isyarat pula dengan anggota-anggota tubuh ini saat sujud
Ini adalah pendapat yang masyhur dan merupakan pendapat Imam Rafi’i.
2.    Wajib
Ini adalah pendapat Imam Nawawi dan kebanyakan ulama madzhab Syafi’i belakangan ini (mutaakhkhirin) dan madzhab hambali.
Hal ini karena hadits:
أَمَرَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ أَنْ يَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْضَاءٍ وَلاَ يَكُفَّ شَعْرًا وَلاَ ثَوْبًا: الْجَبْهَةِ، وَالْيَدَيْنِ، وَالرُّكْبَتَيْنِ، وَالرِّجْلَيْنِ. 
Nabi SAW memerintahkan bersujud di atas tujuh anggota tubuh dan tidak menghalanginya rambut dan pakaian: dahi, kedua tangan, kedua tangan, kedua lutut dan kedua kaki.
[HR al-Bukhari no 809 dan Muslim no 490, dari Ibnu Abbas]

Dalam riwayat lainnya
اُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلىَ سَبْعَةِ أَعْظَمٍ: عَلىَ الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلىَ أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ، وَالرُّكْبَتَيْنِ، وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ 
Aku diperintahkan bersujud di atas tujuh tulang: dahi –beliau memberi isyarat dengan tangannya pada hidungnya-, kedua tangan, kedua lutut dan ujung-ujung telapak kaki.
[HR al-Bukhari no 812 dan Muslim no 490, dari Ibnu Abbas]

Jika kita perhatikan, pendapat yang terkuat dari segi dalilnya adalah pendapat yang kedua, yaitu wajibnya  meletakkan ketujuh anggota tubuh (yaitu dahi, kedua tangan, kedua lutut dan kedua ujung mata kaki) ketika sujud.

Ibnu Rusyd berkata:
اِتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلىَ أَنَّ السُّجُوْدَ يَكُوْنُ عَلىَ سَبْعَةِ أَعْضَاءٍ: الْوَجْهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ ( اُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلىَ سَبْعَةَ أَعْضَاءٍ ). وَاخْتَلَفُوْا فِيْمَنْ سَجَدَ عَلىَ وَجْهِهِ وَنَقَصَهُ السُّجُوْدُ عَلَى عَضْوٍ مِنْ تِلْكَ اْلأَعْضَاءِ هَلْ تَبْتُطُلُ صَلاَتُهُ أَمْ لاَ؟ فَقَال قَوْمٌ: لاَ تَبْطُلُ صَلاَتُهُ ِلأَنَّ اسْمَ السُّجُوْدَ إِنَّمَا يَتَنَاوَلُ الْوَجْهَ فَقَطْ. وَقَالَ قَوْمٌ: تَبْطُلُ إِنْ لَمْ يَسْجُدْ عَلىَ السَّبْعَةِ اْلأَعْضَاءِ لِلْحَدِيْثِ الثَّابِتِ.
Para ulama sepakat bahwasanya sujud itu terjadi atas ketujuh anggota tubuh: wajah, kedua tangan, kedua lutut, dan ujung-ujung kedua kaki karena ucapan Nabi SAW: “Aku diperintahkan untuk bersujud di atas tujuh anggota tubuh.”.
Mereka berbeda pendapat dalam masalah orang yang bersujud dengan wajahnya, dan ada salah satu anggota tubuh tadi yang tidak ikut bersujud apakah shalatnya batal atau tidak?
Sebagian ulama berkata: “Shalatnya tidak batal, karena yang namanya sujud hanya mencakup wajah saja.”
Sebagian ulama berkata: “Shalatnya batal jika tidak bersujud dengan ketujuh anggota tubuh karena hadits yang tsabit (tetap).”

Selain itu ada kaidah fiqhiyyah:
الْخُرُوْجُ مِنَ الْخِلاَفِ مُسْتَحَبٌّ

Keluar dari masalah yang diperselisihkan itu dianjurkan.

Jika kita mengikuti pendapat yang kedua ini, maka saat bersujud kita tidak wajib membuka kaki dan lutut kita, karena ini akan mengakibatkan terbukanya aurat yang menjadi sebab batalnya shalat.

Sedangankan untuk membuka tangan, maka dalam hal ini ada dua pendapat:
1.    Tidak wajib membukanya
Alasannya karena tangan ini sama dengan kaki yang tidak wajib dibuka kecuali karena ada hajat (keperluan)
Ini adalah pendapat yang masyhur dan biasa disebutkan dalam kitab-kitab fiqih.
2.    Wajib
Imam Syafi’i dalam Kitab al-Sabq wa al-Ramy berkata: Ada ulama yang mengatakan bahwa ada pendapat lain, bahwa membuka tangan saat sujud hukumnya wajib karena hadits Khabbab bin al-Arats.
Mungkin yang dimaksud adalah hadits:
شَكَوْنَا إِلىَ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ إِلىَ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَرَّ الرَّمْضَاءِ فَلَمْ يُشْكِنَا 
Kami mengadu kepada Rasulullah SAW akan panasnya tanah karena sinar matahari, maka beliau tidak menjawab (tidak memberi keringanan)
[HR Muslim no 619 dari Khabbab al-Arats]
Dalam riwayat Imam al-Baihaqi ada penambahan
فِى جِبَاهِنَا وَاَكُفِّنَا
Di dahi-dahi dan telapak-telapak tangan kami.


Semoga bermanfaat.



Sumber Rujukan
  1. Al-Muhadzdzab fi al-Fiqh al-Imam al-Syafi’i, Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Ali al-Fairuzabadi, juz 1, hal 106-107, Dar al-Fikr, 2005 M/1425-1426 H.
  2. Kifayat al-Akhyar fi Hall Ghayat al-Ikhtishar, Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini, juz 1, hal 90,  Dar al-Fikr, 1994 M/1414 H.
  3. Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, ‘Abdurrahman al-Jaziri, juz 1, hal 210-211, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, cet ke-2, 2003 M/1434 H.
  4. Fiqh al-Sunnah, al-Sayyid Sabiq, juz 1, hal 117-118, Dar al-Fikr, cet ke-4, 1983 M/1403 H.
  5. Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid, Ab al-Walid Muhammad bin Ahmad (Ibnu Rusyd),  hal 132, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, cet. Ke-2, 2004 M/1425 H.
  6. Talkhis al-Khabir fi Ahadits al-Rafi’i al-Kabir, Abu al-Fadl Ahmad bin ‘Ali bib Hajar, juz 1

Selasa, 01 Oktober 2013

Education Game – Petualangan


Permainan petualangan ini bisa digunakan untuk mengajak para siswa untuk mempelajari sesuatu dengan cara asyik dan menyenangkan.
Ide dasar dari permainan ini adalah kerja kelompok (beregu) untuk berpetualang agar dapat menemukan soal-soal yang telah disembunyikan guru di tempat-tempat tertentu melalui petunjuk yang dapat dibaca di bagian bawah soal.
Selain itu, yang membuat permainan ini lebih seru adalah sebagian soal-soal ini ditulis dengan bahasa sandi sehingga mengasah ketajaman otak dan kreatifitas para siswa.
Agar para siswa lebih bersemangat lagi ini tidak ada salahnya jika ada hadiah yang disediakan untuk regu yang memenangkan permainan ini.
Sebagai contoh penerapan permainan ini anda dapat mendownload file PDF-nya yang telah saya praktekkan di Madin Assalam Cepu beberapa hari yang lalu.
Dan anda bebas merubah, mengganti dan memodifikasi permainan ini sehingga dapat digunakan sesuai dengan lingkungan, kemampuan siswa dan mata pelajaran anda.
Semoga bermanfaat

Download
PDF      Doc

Sabtu, 07 September 2013

Kitab Arba'in Nawawi dan Tambahan Ibnu Rajab

Kitab Arba'in Nawawi adalah kitab hadits kecil yang banyak diajarkan di pondok-pondok pesantren dan madrasah-madrasah  diniyah, dan juga kadang digunakan dalam pengajian di masyarakat karena mengandung hadits-hadits yang mengandung intisari agama Islam.
Kitab ini mulanya bersumber dari hadits-hadits yang mulanya dikumpulkan oleh Imam Ibnu Sholah (w 643 H/1245 M) sebanyak 26 hadits seperti yang disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Bustanul 'Arifin. Kemudian  Imam Nawawi (w. 670 H./1277 M) menambahkan 16 hadits lagi sehingga jumlahnya menjadi 42 hadits.
Dan Ibnu Rojab al-Hanbali (w. 795/1393 M) meyempurnakan jumlah haditsnya menjadi 50 dengan menambahkan 8 hadits lagi dan kemudian beliau komentari dalam kitabnya yang terkenal yaitu Jami'ul 'Ulum wal Hikam.
Ke-50 hadits ini saya tulis ulang lagi dengan memberikan harakat dan menyebutkan nomor haditsnya dari kitab-kitab asalnya (seperti sohih al-Bukhori, Sohih Muslim dan yang lainnya) serta saya beri kode untuk ulama yang menyebutkannya pertama kali yaitu :
ص  (Shod) untuk Ibnu Sholah
ن    (Nun) untuk an-Nawawi
ر    (Ro; untuk Ibnu Rojab
Pernah ada keinginan dari dalam hati saya untuk memberikan sedikit catatan singkat (ta'liq) dari hadits-hadits tersebut, tapi ternyata baru 4 hadits yang saya berikan catatannya ternyata hasilnya jadi panjang lebar dan tidak singkat lagi, Akhirnya saya batalkan rencana tersebut dan saya kembalikan pada asalnya lagi yaitu hanya menulis matannya saja.
Semoga kitab kecil  ini dapat bermanfaat.

Download Kitab

Doc     Pdf

Semoga bermanfaat

Kamis, 29 Agustus 2013

Do'a Belajar Agar Cepat Pintar

Pada saat saya mengajar murid-murid kelas 4 Madrasah Diniyah Assalam Cepu, saya sempat ditanya apa rahasianya agar jadi orang yang pintar.
Wah, repot juga menjawabnya soalnya saya sendiri masih merasa belum sepintar yang mereka katakan.
Lalu saya terkenang masa di saat saya berada di pondok Tebuireng dulu, betapa semangat mengaji saya dulu mengalami grafik penurunan, yang mana di awal tahun saya hampir tidak pernah absen mengaji, lalu di tahun kedua persentasi mengaji saya berkurang sekitar 30-40 % dan puncaknya di tahun ketiga kegiatan mengaji saya tinggal 30-40 % saja (perhitungan di ambil dari makna kitab saya Adab ad-Dunya wa ad-Diin yang dibacakan oleh K.H. Ishaq Latif)
Akibatnya saat lulus dari pondok saya sama sekali tidak bisa membaca kitab kuning (kitab berbahasa arab) sama sekali. Apalagi dulu ada niat untuk kuliah di Universitas jurusan Tekhnik Informatika atau Fisika yang ternyata tidak ditakdirkan oleh Allah SWT.  Saat itu saya mendaftar di ITS Surabaya melalui UMPTN dan politeknik yang kedua-keduanya dengan suksesnya gagal total. Lalu saya pun berencana untuk ikut ujian di tahun berikutnya.
Beruntung sekali, setelah kegagalan tadi, saya mendapat petunjuk dari Allah untuk mengaji pada ustadz-ustadz dan Kyai-Kyai yang ada di Cepu dan sekitarnya. Karena lulusan pondok maka saya dianggap orang-orang pintar agama dan sering ditanya orang tentang masalah-masalah agama padahal saya hanya tahu masalah agama sedikit sekali. Maklumlah dulu saat di pondoksaya mengaji kitab Jurumiyah 3 kali tidak pernah ada yang khatam, demikian pula shorofnya. Alhamdulillah setelah bersusah payah mengaji kemana-mana sebelum satu tahun saya sudah agak lancar membaca kitab-kitab kuning dan keterusan mengaji hingga sekarang bahkan sempat mengikuti Ma'had 'Ali di PP Assalam Cepu selama 2 tahun yang diajar langsung oleh K.H. Maghfur Usman dan sampai saat ini belum ada niat h untuk kuliah di Universitas mana pun.
Sungguh benarlah firman Allah SWT;


﴿ وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ﴾

Dan orang-orang yang  berjihad (bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridlaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan jalan Kami [S. Al-Ankabut: 69]
Demikan pula apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW:

إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ

Sesungguhnya ilmu itu (diperoleh) dengan cara belajar.
[HR Riwayat at-Tabarani dalam Mu'jam al-Kabir, Abu Nu'aim dalam Hulyat al-Auliya dan al-Askari  dari Abu ad-Dard'a, hanya saja dalam sanadnya ada rowi pendusta yaitu Ibn al-Hasan, al-Baihaqi dalam kitab al-Madkhal meriwayatkan hadits ini dari jalur lain mauquf pada Abu ad-Darda', lihat al-Maqhasid al-Hasanah hadis no 210 hal 107]

Selain belajar dan mengaji, saya merasa ada faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan seseorang bisa menjadi pintar, di antaranya:
- menghormati guru (Ustadz atau Kyai) dan keluarganya,
- banyak membaca
- memiliki hafalan kitab-kitab kecil dari bidang ilmu yang dipelajari,
- berdo'a kepada Allah SWT


Khusus untuk yang terakhir ini saya mendapat ijazah do'a dari guru saya K.H. Ishaq Latif (Tebuireng - Jombang) yang setelah saya amalkan -menurut saya- besar sekali pengaruhnya kepada diri saya.
Berikut ini do'anya:

Doa Belajar

اَللَّهُمَّ اَلْهِمْنِيْ عِلْمًا أَفْقَهُ بِهِ أَوَامِرَكَ وَنَوَاهِيَكَ، وَارْزُقْنِيْ فَهْمًا أَعْلَمُ كَيْفَ اُنَاجِيْكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ فَهْمَ النَّبِيِّيْنَ وَحِفْظَ الْمُرْسَلِيْنَ وَإِلْهَامَ الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَكْرِمْنِيْ بِنُوْرِ الْفَهْمِ وَأَخْرِجْنِيْ مِنْ ظُلُوْمَاتِ الْوَهْمِ وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَانْصُرْ عَلَيَّ حِكْمَتَكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

“Ya Allah, berilah aku ilham akan ilmu yang dengannya aku bisa memahami perintah-perintah-Mu dan larangan-larangan-Mu, dan  berilah aku rezeki pemahaman (hingga) aku mengerti bagaimana caraku bermunajat kepada-Mu, Wahai Dzat Yang Paling Pemurah di antara orang-orang yang pemurah.”
“Ya Allah, berilah aku rezeki pemahaman para nabi, hafalan para rasul, dan ilham para malaikat yang dekat dengan-Mu, Wahai Dzat Yang Paling Pemurah di antara orang-orang yang pemurah.”
Ya Allah, mulyakanlah aku dengan cahaya pemahaman, keluarkanlah aku dari kegelapan-kegelapan persangkaan yang keliru, bukakanlah bagiku pintu-pintu kasih sayang-Mu, dan tolonglah aku akan hikmah-hikmah-Mu, Wahai Dzat Yang Paling Pemurah di antara orang-orang yang pemurah.” 

Keterangan: 
  • Ijazah do’a dari K.H. Ishaq Latif (Tebuireng – Jombang) pada tanggal 30 April 1997, jam 21.17 WIB diberikan saat khataman Kitab Adab ad-Dunya wa ad-Diin yang dikaji selama 2 tahun 7 bulan. Do’a ini dari K.H. Shobari (Tebuireng – Jombang) yang diberikan pada tahun 1962.  
  •  Do’a ini dibaca: setelah shalat fardlu, di kelas, pada saat mengaji dan pada saat belajar  
  • Jika dibacakan untuk orang banyak maka sebaiknya dhamir-dhamirnya diganti menjadi jama’ hingga do’anya menjadi seperti berikut ini:

Doa Belajar (Untuk orang banyak)

اَللَّهُمَّ اَلْهِمْنَا عِلْمًا نَفْقَهُ بِهِ أَوَامِرَكَ وَنَوَاهِيَكَ، وَارْزُقْنَا فَهْمًا نَعْلَمُ كَيْفَ نُنَاجِيْكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ ارْزُقْنَا فَهْمَ النَّبِيِّيْنَ وَحِفْظَ الْمُرْسَلِيْنَ وَإِلْهَامَ الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَكْرِمْنَا بِنُوْرِ الْفَهْمِ وَأَخْرِجْنَا مِنْ ظُلُوْمَاتِ الْوَهْمِ وَافْتَحْ لَنَا أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَانْصُرْ عَلَيْنَا حِكْمَتَكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

“Ya Allah, berilah kami ilham akan ilmu yang dengannya kami bisa memahami perintah-perintah-Mu dan larangan-larangan-Mu, dan  berilah kami rezeki pemahaman (hingga) kami mengerti bagaimana cara kami bermunajat kepada-Mu, Wahai Dzat Yang Paling Pemurah di antara orang-orang yang pemurah.”
“Ya Allah, berilah kami rezeki pemahaman para nabi, hafalan para rasul, dan ilham para malaikat yang dekat dengan-Mu, Wahai Dzat Yang Paling Pemurah di antara orang-orang yang pemurah.”
Ya Allah, mulyakanlah kami dengan cahaya pemahaman, keluarkanlah kami dari kegelapan-kegelapan persangkaan yang keliru, bukakanlah bagi kami pintu-pintu kasih sayang-Mu, dan tolonglah kami akan hikmah-hikmah-Mu, Wahai Dzat Yang Paling Pemurah di antara orang-orang yang pemurah.”


Download Do'a ini
Doc    PDF

Senin, 20 Mei 2013

Cara Install Windows Pada Nootebok/Komputer Yang Habis di Install Windows 8

Beberapa waktu yang lalu saya sempat pusing karena dimintai tolong keponakan saya untuk menginstallkan notebook-nya yang error setelah diinstal dengan  Windows 8 (maklum … program bajakan sih!).

Ternyata sulit juga menginstall Windows 7 pada notebook yang telah diinstall Windos 8. Saya telah mencoba berbagai macam cara agar dapat memformat hardisknya, tetapi tidak berhasil. Saya juga telah mencoba mempergunakan beberapa Operasi Sistem seperti DOS, Windows 98 dan Windows 7 untuk hal ini dan ternyata gagal pula.

Setelah usaha terus menerus, tak kenal lelah dan membanting tulang  (yang diselingi dengan beberapa kali coffe break bikinan sendiri) akhirnya saya sukses juga menginstal l Windows 7 di Notebook tadi.

Berikut cara-caranya yang mungkin dapat anda laksanakan.
1.    Buatlah flashdisk bootable dengan program Wintoflash dengan operasi sitem Windows Vista (operasi sistem yang lain biasanya tidak bisa berjalan di notebook/komputer yang habid di install Windwos 8)
Download Wintoflash di sini
Caranya:
-    gunakan Komputer/laptop yang memiliki DVD rom
      (kalau tidak punya bisa pinjam teman atau ngutang dulu)
-    Masukkan CD Windows Vista ke DVD rom
     (Ingat CD vista bukan CD film, lagu atau CD-CD lainnya)
-    Jalankan program Wintoflash (kilk WIntoflash.exe)
      (koneksi internet jangan dihidupkan kalau tidak program ini akan minta update dan tidak bisa digunakan)
-    Akan muncul tulis kotak Windows Setup transfer Wizard
-    Klik kotaknya yang bergambar centang dengan penuh semangat
-    Akan muncul kotak wizard, klik Next
-    Pada Windows File Path, Klik Select lalu pilih tempat CD Windows Vista berada
-    Pada Usb Drive, klik Select lalu  pilih tempat flashdisk yang mau dijadikan bootable
      (pastikan flashdisk anda sudah nancap duluan di notebook anda bukan nootbook teman anda)
-    Klik Next dan tunggu hingga proses selesai
2.    Setelah flashdisk jadi bootable , pasang flashdisk itu di notebook/komputer yang akan di install lalu nyalakan
      (nootebooknya/komputernya lho, bukan TV/Kulkas/Lampu atau yang lainnya)
3.    Masuk ke BIOS untuk mengatur urutan booting
      (biasanya tekan tombol Esc atau F2, kalau di komputer biasanya tombol Del atau  F2, kalau tidak bisa tanya teman anda)
4.    Buatlah Flashdisk anda sebagai urutan pertama dalam booting
5.    Simpan perubahan (save Change & exit)dan notebook/komputer akan restart dengan sendirinya.
       (ajaib kan...)
6.    Pada proses instalasi Windows Vista biasanya meminta serial number  isi serialnya lalu klik
       (coba yang ini: yfkbb-pqjjv-g996g-vwgxy-2v3x8, kalau tidak bisa cari saja di mbah Google),
7.    Pada saat akan mulai menginstall akan ada dua pilihan: Upgrade atau Custom, pilih dan Klik Custom
8.    Akan muncul beberapa gambar partisi hardisk, pilih dan klik C,
       (kalau yang muncul gambar yang lain seperti Sinchan, Doraemon, Naruto atau yang lainnya anda rasanya perlu periksa mata dulu ke dokter)
9.    Format C dengan cara mengklik tulisan Advance yang berada  di bawah gambar hardisk lalu format
10.    Jika ingin terus menginstall Windows Vista maka klik Next, jika tidak maka tutuplah proses instalasi
11.    Buatlah flashdisk bootable dengan operasi sitem yang anda inginkan (lihat  langkah 1)
12.    Lalu jalankan proses, instalasi akan berjalan lancar, bebas hambatan dan tanpa kendala.

Silakan dicoba dan semoga bermanfaat

Rabu, 15 Mei 2013

Kisah Sayyid Alawi dan As-Sa'di Palsukah? bag-9



9. Diagnosa Kejiwaan dan Psikologi

Pertama, ucapan penulis : Saat kita mengikuti cerita buatan lagi dusta seperti ini, dan bagaimana mereka terbang dengan kegembiraan, seolah merasakan kebahagiaan besar karenanya maka kita bisa menyimpulkan secara ilmiah, dan dengan ringkas, bahwa pada diri mereka terdapat simpul kekurangan, dan perasaan takut, yaitu bahwa jalan keberagamaan mereka selalu membutuhkan ……

Komentar saya:
Menurut saya, ini adalah kesimpulan yang diambil berdasarkan prasangka penulis saja bukan berdasarkan metode ilmiah, karena jika kita membaca al-Quran dan Hadits akan kita temukan banyak kisah-kisah yang disebutkan di dalam keduanya, dimana kita bisa mengambil nasehat dan peringatan darinya. Bahkan dalam kitab-kitab ulama salaf banyak menceritakan kisah-kisah yang penuh hikmah yang dapat diambil pelajarannya. Ini adalah salah satu manjah ulama salaf.
Selain itu tuduhan penulis bahwa pada masyarakat islam selain kelompok mereka terdapat kekurangan, dan perasaan takut, ini pun hanya persangkaan penulis tanpa didasari bukti-bukti nyata dan ilmiah.

Kedua, ucapan penulis: Oleh karena itu, ada dari mereka yang sengaja membuat pahlawan khayalan dan menyanyikannya. Lalu mereka pun merayakan kemenangan semu tersebut. Semua hal ini disebabkan oleh perasaan rendah dan kurang. Lalu mereka melupakan kemenangan hakiki, yaitu mengikuti al-Qur`an yang mulia dan sunnah shahihah dengan pemahaman salafus shalih, bukan dengan pemahaman kisah-kisah bikinan, cerita dusta, dan mimpi syaithani (dari godaan setan).
Komentar saya:
Para pembaca dapat melihat sendiri, betapa penulis bantahan ini memiliki persangkaan yang kurang baik  kepada umat Islam selain kelompoknya sendiri. Sehingga kisah-kisah yang tidak sesuai dengan kepercayaan atau akidah mereka dianggap palsu, dusta bahkan yang lebih parah lagi dianggap mimpi karena godaan setan.
Bukankah Allah telah berfirman:
﴿ إِنَّ الظَّنَّ لاَ يُغْنِى مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا، إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ بِمَا يَفْعَلُوْنَ ﴾
Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.” [Yunus: 36]
Dan Allah berfirman:
﴿ يَا آيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِنَ الظَّنِّ، إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ، وَلاَ تَجَسَّسُوْا وَلاَ يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا 
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain." [al-Hujuraat: 12]

Sebenarnya, masih banyak yang perlu dikomentari dari artikel bantahan dari kisah ini (misalnya tentang perkataan penulis saat ia memperbandingkan antara Sayyid Alawi dan Sayikh Sadi dan risalahnya kepada umat Islam) hanya saja saya rasa dalil-dalil dan bukti-bukti yang saya berikan di atas sudah mencukupi untuk dijadikan renungan dan pemikiran para pembaca mengenai benar tidaknya kisah itu.

Semoga bermanfaat.