Pada pertengahan tahun 1948 Kabinet Amir Syarifuddin jatuh
karena perlawanan partai-partai Masyumi, PNI dan badan-badan kelaskaran yang
sejak semula telah menentang persetujuan Linggarjati dan apalagi Renville.
Wakil Presiden Hatta membentuk kabinet baru.
Dalam suatu rapat Masyumi timbul dua pendapat tentang
tawaran Bung Hatta agar Masyumi bersedia duduk dalam kabinet yang sedang
dibentuk olehnya. Sebagian menolak ajakan Bung Hatta, sebagian menerima. Yang
menolak memakai alasan karena dalam program Kabinet Hatta yang akan terbentuk
dicantumkan antara lain: Melaksanakan persetujuan Renville.
“Kita harus ikut duduk dalam Kabinet Hatta ini.” pendapat
K.H.A. Wahab Chasbullah.
“Mengapa harus duduk, padahal kabinet ini akan melaksanakan
Renville yang kita tentang.” pendapat yang lain.
“Persetujuan Renville itu dipandang dari sudut hukum Islam
merupakan suatu pengkhianatan dan munkarat (perkara mungkar-pen),
hukumnya haram. Sebab itu kita jangan
duduk dalam suatu kabinet yang akan melaksanakan Renville.”
“Justru untuk melenyapkan munkarat ini kita harus
duduk dalam Kabinet Hatta ini.” jawab K.H.A. Wahab Chasbullah.
“Logikanya bagaimana ?” tanya yang lain.
“Tiap-tiap munkarat adalah suatu penyelewengan, harus
kita lenyapkan. Tugas kita: melenyapkan. Sikap menolak saja sudah
terlambat karena persetujuan Renville ini sudah ditandatangani oleh negara
dengan negara. Kita bukan lagi berkewajiban menentang, itu sudah lampau. Kini
kewajiban kita melenyapkan. Setuju apa tidak ?” tanya K.H.A. Wahab Chasbullah.
“Setujuuuuu!” jawab (hadirin dengan) serentak.
“Kita hanya bisa melenyapkan munkarat jika kita duduk dalam
kabinet ini. Kalau kita cuma berdiri di luar kabinet, kita cuma bisa
berteriak-teriak thok. Karena itu saya usulkan agar kita duduk dalam
Kabinet Hatta yang sedang dibentuk. Tawaran Bung Hatta kita terima.” tegas
K.H.A. Wahab Chasbullah.
Gemuruh suara setuju dan tepuk tangan atas pendapat K.H.A.
Wahab Chasbullah ini. Golongan yang tidak setuju mrnjadi ikut setuju.
“Saya ingin bertanya: Apa niatnya orang yang nanti akan kita
dudukkan menjadi menteri dalam Kabinet Hatta ?” tanya K.H. Hajid.
“Niatnya: izalatul munkar, melenyapkan
penyelewengan!” jawab K.H.A. Wahab Chasbullah tegas.
“Kalau begitu saya usulkan, agar saudara-saudara yang akan
kita pilih duduk dalam kabinet yang akan datang ini, harus mengucapkan niatnya
dengan kata-kata!” sambung K.H. Hajid.
“Mengapa harus talaffudz bin niyyat, melafalkan niat
dengan kata-kata ? Mana Qur’an dan haditsnya ?” tanya K.H.A. Wahab Chasbullah.
Seluruh hadirin riuh tertawa terbahak-bahak.
Dua orang ini mewakili dua aliran Nahdlatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyyah. Orang NU kalau sembahyang melafalkan niatnya dengan membaca “Usholli”,
sedang orang Muhammadiyah berpendapat tidak usah melafalkan niat, cukup di
dalam hati.
Dalam kasus ini jadi terbalik, K.H.A. Wahab Chasbullah
(tokoh NU) seolah-olah tidak setuju talaffudz (mengucapkan) dalam niat,
sedang K.H. Hajid (tokoh Muhammadiyah) mengharuskan talaffudz dalam
niat.
Orang banyak paham bahwa “penolakan” K.H.A. Wahab Chasbullah
tentang melafalkan niat para calon menteri itu hanya sekedar bercanda,
seolah-olah hendak meyakinkan kepada orang banyak bahwa niat seharusnya
dibarengi dengan ucapan kata-kata.
Akhirnya semua setuju menerima ajakan Bung Hatta memasuki
kabine yang akan dibentuk. Tiap calon menteri harus ikrar dengan niat yang
diucapkan sebagai suatu janji akan melenyapkan munkarat dalam Kabinet Hatta.
Sumber:
Buku Guruku Orang-orang Pesantren, karya K.H. Saifuddin
Zuhri, terbitan al-Ma’arif Bandung, hal 229-231.
(dengan sedikit perubahan)
Keterangan:
Masyumi:
Majelis Syuro Muslimin Indonesia adalah sebuah partai
politik yang berdiri pada tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta. Partai ini
didirikan melalui sebah kongres Umat Islam pada 7-8 November 1945 dengan tujuan
sebagai partai politik yang dimiliki umat Islam.
Pada jaman penjajahan Jepang belum menjadi partai tetapi
merupakan federasi dari empat organisasi Islam yang diijinkan saat itu: NU,
Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam Indonesia.
Masyumi dibubarkan Presiden Sukarno pada tahun 1960 karena
tokoh-tokohnya dicurigai terlibat pemberontakan dari dalam Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
PNI:
Partai Nasional Indonesia adalah partai politik tertua di
Indonesia yang didirikan pada 4 Juli 1927. Pada tahun 1931 pimpinan PNI Ir
Sukarno diganti oleh Mr. Sartono yang membubarkan PNI dan membentuk Partindo.
Moh. Hatta yang tidak setuju pembentukan Partindo akhirnya membentuk PNI baru.
Ir Sukarno bergabung dengan Partindo.
Pada tahun 1973 PNI bergabung dengan 4 partai lain peserta
pemilu 1971 membentuk Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Perjanjian Linggarjati:
Perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati,
Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan status kemerdekaan Indonesia tetapi
menyebabkan menciutnya wilayah Indonesia hanya di Jawa, Sumatra dan Madura. Dan
Indonesia akan bergabung negara kesatuan RIS dengan Belanda sebagai kepala uni.
Ditandatangani di Jakarta 15 November 1946, dan diratifikasi
kedua negara pada 25 Maret 1947.
Perjanjian Renville:
Perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang di tandatangi
pada tanggal 1 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat
sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di Tanjung Priok Jakarta.
Dalam perjanjian ini wilayah Indonesia menjadi lebih kecil lagi yaitu Jawa
Tengah, Yogyakarta dan Sumatera. Dan pasukan TNI harus ditarik mundur dari
Jawab Barat dan Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar