Beberapa
waktu yang lalu, salah seorang santri Assalam Cepu bertanya kepada saya tentang
hukum memakai semir (pewarna) rambut.
Mungkin
ini adalah pertanyaan yang sering ada di dalam masyarakat, oleh karena itulah
saya mempostingkan jawaban ini agar dapat memberi manfaat dan menambah wawasan.
Sebelum
menjawab hal ini, kita sebaiknya mengetahui terlebih dahulu sekilas
tentang semir (pewarna) rambut.
Secara
umum, pewarna rambut dibagi menjadi 4 kelompok:
1. Pewarna rambut alami
Pewarna ini biasanya terbuat
dari produk alami dan jarang menimbulkan alergi. Selain itu biasanya tidak
menghalangi air pada rambut.
2. Pewarna rambut sementara.
Pewarna biasanya terbuat dari bahan pewarna yang
hanya melapisi sisi luar rambut yang mudah dibilas dan akan pudar setelah terkena
air.
3. Pewarna rambut semi permanen.
Pewarna ini tidak terpaku
pada bagian dalam rambut akan tetapi bisa bertahan dalam waktu yang lama biasanya
sekitab 4-6 bulan,
4. Pewarna rambut permanen.
Pewarna ini bisa menembus ke
dalam bagian rambut (epidermis dan pigmen dalam tangkai rambut) dan warnanya
akan bertahan sampai ia digantikan oleh rambut yang tumbuh sesudahnya.
Pewarna
rambut jenis ketiga dan keempat, hukumnya tidak boleh dipergunakan karena akan
menghalangi air pada rambut saat kita mandi besar.
إِنَّ تَحْتَ كُلِّ شَعْرَةٍ
جَنَابَة، فَاغْسِلُوا الشَّعْرَ وَأَنْقُوا الْبَشَرَ
Sesungguhnya
di bawah tiap-tiap rambut ada jinabat, maka basuhlah rambut dan bersihkanlah
kulit.
[Hadist
ini diriwayatkan Abu Dawud no 248 dan Tirmidzi no 106 dari Abu Hurairah, dan
keduanya menganggapnya hadits lemah.
Imam Ahmad juga meriwayatkannya dari Aisyah hadits no 26209, Ibnu Hajar berkata: dalam sanadnya ada rowi
yang tidak dikenal]
Dan
hadist dari Ali bin Abi Tholib:
مَنْ تَرَكَ مَوْضِعَ شَعْرَةٍ
مِنْ جَنَابَةٍ لَمْ يَغْسِلْهَا فُعِلَ بِهِ كَذَا وَكَذَا مِنَ النَّارِ
Barang
siapa meninggalkan satu tempat rambut dari jinabat yang tidak dibasuh, maka ia
akan disiksa seperti ini dan seperti ini di neraka.
[Hadist
ini diriwayatkan Abu Dawud no 249, Ibnu Majah no 599, Ad-Darimi no 776 dan Ahmad no 727 dan 749.
Ibnu Hajar dan ash-Shon’ani dalam Subulus salam hal 93 juz 1 menyatakan
isnadnya sohih, tetapi an-Nawawi menyatakan ini adalah hadits yang lemah]
Berdasarkan
kedua hadits ini, maka membasuh seluruh tubuh (termasuk rambut) dalam mandi jinabat hukumnya adalah wajib,
bahkan ada ulama yang menyatakan ini adalah ijma’.
Karena
sebab inilah, pewarna rambut dan pewarna kuku baik yang permanen atau pun tidak
jika menghalangi air masuk ke dalam rambut dan kuku hukumnya tidak boleh
digunakan (haram).
Adapun
pewarna rambut jenis pertama dan kedua,
jika juga menghalangi air ke dalam rambut hukumnya sama dengan di atas.
Dan jika tidak menghalangi air maka hukumnya ada beberapa macam:
1. Jika memakai warna merah atau kuning maka diperbolehkan, bahkan
menurut sebagian ulama hal ini bahkan dianjurkan.
Hal ini berdasarkan hadits
nabi:
إِنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى
لاَ يَصْبَغُوْنَ فَخَالِفُوْهُمْ
Sesungguhnya orang-orang
yahudi dan nasrani tidak memakai pewarna (rambut) maka kalian menyelisihilah
mereka.
[Hadits riwayat al-Bukhori no
3462 dan Muslim no 2103 dari Abu Hurairah]
Dan hadits:
إِنَّ أَحْسَنَ مَا غَيَّرْتُمْ
بِهِ هَذَا الشَّيْبَ الْحَنَّاءُ وَالْكَتْمُ
Sesungguhnya hal yang paling
baik untuk kalian adalah merubah uban ini dengan inai (pacar) dan katm
(sejenis tumbuh-tumbuhan)
[Hadits riwayat Abu Dawud no
4025, an-Nasai no 5077-5080, at-Tirmidzi no 1806, Ibnu Majah no 3622 dan yang
lainnya dari Abu Dzar, at-Tirmidzi berkata hadits hasan sohih]
Meskipun demikian para ulama
berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama, memakai pewarna rambut ataukah
tidak (lihat Fiqih Sunnah hal 35 juz 1)
2. Adapun memakai pewarna rambut hitam, maka menurut kebanyakan
ulama hukumnya adalah tidak boleh (haram).
Hal ini berdasarkan hadits
dari Jabir bahwasanya Abu Quhafah (ayah dari Abu Bakar) pada hari terbukanya
kota Mekkah datang kepada Rasulullah SAW dan kepalanya penuh uban maka
Rasulullah SAW berkata:
اِذْهَبُوْا بِهِ إِلىَ بَعْضِ
نِسَائِهِ فَلْتُغَيِّرْهُ بِشَيْءٍ وَجَنِّبِوْهُ السَّوَادَ
Bawalah ia kepada sebagian
istrinya dan hendaknya ia merubah (rambut)nya dengan sesuatu dan jauhkanlah darinya
warna hitam.
[Hadits riwayat Ibnu Majah no
3624 dan Muslim dari Jabir]
Sayyid Sabiq memperbolehkan untuk memakai pewarna rambut hitam dan
menyatakan bahwa hadits ini tidak dapat dijadikan dasar karena ini merupakan
peristiwa tertentu dan hadits semacam ini sifatnya tidaklah umum, beliau
mengutip ucapan Ibnu Syihab az-Zuhri yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab
Fathul Bari: Kami memakai pewarna rambut hitam apabila berwajah tajam, dan
apabila wajah dan gigi menjadi rontok maka kami pun meninggalkannya.
(lihat Fiqih Sunnah hal
35 juz 1)
Hanya saja pendapat beliau ini lemah karena menurut ilmu ushul fiqih:
الأصل فى أفعال النبي الاقتداء إلا
ما دل الدليل على الإختصاص به
Asal dari perbuatan nabi
adalah (untuk) diikuti kecuali apabila ada dalil yang menunjukkan kekhususan
(keitimewaan) baginya.
Dan dalam hadits di atas, meskipun ucapan beliau merupakan reaksi dari datangnya
Abu Quhafah tapi hukumnya meliputi kepada Abu Quhafah dan orang-orang Islam
yang lain. Hal ini sama seperti jawaban beliau saat ditanya tentang masalah
bersuci dengan air laut, yang lalu jawaban beliau dijadikan dasar oleh semua
ulama tentang bolehnya bersuci dengan air laut.
Selain itu redaksi Muslim saat meriwayatkan hadits ini adalah
غَيِّرُوا هَذَا
وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
Rubahlah (rambut yang
beruban) ini dan jauhilah warna hitam.
Kata وَاجْتَنِبُوا (jauhilah) adalah kata
larangan, yang berarti menunjukkan ketidak bolehan untuk memakai pewarna rambut
hitam.
Karena itulah Imam Nawawi dalam kitabnya Riyadush Solihin membuat bab
tersendiri yang berjudul:
باب نهي الرجل والمرأة
عن خضاب شعرهما بسواد
(Bab larangan bagi laki-laki dan wanita mewarnai hitam rambutnya)
Semoga bermanfaat, wallohu a’lam bish-showwab.