Alamat

Jl Diponegoro Gg. III Cepu - Jawa Tengah Indonesia

Rabu, 24 April 2013

Hukum Memakai Pewarna Rambut



Beberapa waktu yang lalu, salah seorang santri Assalam Cepu bertanya kepada saya tentang hukum memakai semir (pewarna) rambut.

Mungkin ini adalah pertanyaan yang sering ada di dalam masyarakat, oleh karena itulah saya mempostingkan jawaban ini agar dapat memberi manfaat dan menambah wawasan.

Sebelum menjawab hal ini, kita sebaiknya mengetahui terlebih dahulu sekilas tentang  semir (pewarna) rambut.
Secara umum, pewarna rambut dibagi menjadi 4 kelompok:
1.      Pewarna rambut alami
Pewarna ini biasanya terbuat dari produk alami dan jarang menimbulkan alergi. Selain itu biasanya tidak menghalangi air pada rambut.
2.      Pewarna rambut sementara.
Pewarna  biasanya terbuat dari bahan pewarna yang hanya melapisi sisi luar rambut yang mudah dibilas dan akan pudar setelah terkena air.
3.      Pewarna rambut semi permanen.
Pewarna ini tidak terpaku pada bagian dalam rambut akan tetapi bisa bertahan dalam waktu yang lama biasanya sekitab 4-6 bulan,
4.      Pewarna rambut permanen.
Pewarna ini bisa menembus ke dalam bagian rambut (epidermis dan pigmen dalam tangkai rambut) dan warnanya akan bertahan sampai ia digantikan oleh rambut yang tumbuh sesudahnya.

Pewarna rambut jenis ketiga dan keempat, hukumnya tidak boleh dipergunakan karena akan menghalangi air pada rambut saat kita mandi besar.

Rasulullah bersabda:
إِنَّ تَحْتَ كُلِّ شَعْرَةٍ جَنَابَة، فَاغْسِلُوا الشَّعْرَ وَأَنْقُوا الْبَشَرَ
Sesungguhnya di bawah tiap-tiap rambut ada jinabat, maka basuhlah rambut dan bersihkanlah kulit.

[Hadist ini diriwayatkan Abu Dawud no 248 dan Tirmidzi no 106 dari Abu Hurairah, dan keduanya menganggapnya hadits lemah.  Imam Ahmad juga meriwayatkannya dari Aisyah hadits no 26209,  Ibnu Hajar berkata: dalam sanadnya ada rowi yang tidak dikenal]

Dan hadist dari Ali bin Abi Tholib:
مَنْ تَرَكَ مَوْضِعَ شَعْرَةٍ مِنْ جَنَابَةٍ لَمْ يَغْسِلْهَا فُعِلَ بِهِ كَذَا وَكَذَا مِنَ النَّارِ
Barang siapa meninggalkan satu tempat rambut dari jinabat yang tidak dibasuh, maka ia akan disiksa seperti ini dan seperti ini di neraka.
[Hadist ini diriwayatkan Abu Dawud no 249, Ibnu Majah no 599,  Ad-Darimi no 776 dan Ahmad no 727 dan 749. Ibnu Hajar dan ash-Shon’ani dalam Subulus salam hal 93 juz 1 menyatakan isnadnya sohih, tetapi an-Nawawi menyatakan ini adalah hadits yang lemah]

Berdasarkan kedua hadits ini, maka membasuh seluruh tubuh (termasuk rambut)  dalam mandi jinabat hukumnya adalah wajib, bahkan ada ulama yang menyatakan ini adalah ijma’.
Karena sebab inilah, pewarna rambut dan pewarna kuku baik yang permanen atau pun tidak jika menghalangi air masuk ke dalam rambut dan kuku hukumnya tidak boleh digunakan (haram).

Adapun pewarna rambut jenis pertama dan kedua,  jika juga menghalangi air ke dalam rambut hukumnya sama dengan di atas. Dan jika tidak menghalangi air maka hukumnya ada beberapa macam:

1.      Jika memakai warna merah atau kuning maka diperbolehkan, bahkan menurut sebagian ulama hal ini bahkan dianjurkan.
Hal ini berdasarkan hadits nabi:
إِنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبَغُوْنَ فَخَالِفُوْهُمْ
Sesungguhnya orang-orang yahudi dan nasrani tidak memakai pewarna (rambut) maka kalian menyelisihilah mereka.
[Hadits riwayat al-Bukhori no 3462 dan Muslim no 2103 dari Abu Hurairah]
Dan hadits:
إِنَّ أَحْسَنَ مَا غَيَّرْتُمْ بِهِ هَذَا الشَّيْبَ الْحَنَّاءُ وَالْكَتْمُ
Sesungguhnya hal yang paling baik untuk kalian adalah merubah uban ini dengan inai (pacar) dan katm (sejenis tumbuh-tumbuhan)
[Hadits riwayat Abu Dawud no 4025, an-Nasai no 5077-5080, at-Tirmidzi no 1806, Ibnu Majah no 3622 dan yang lainnya dari Abu Dzar, at-Tirmidzi berkata hadits hasan sohih]
Meskipun demikian para ulama berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama, memakai pewarna rambut ataukah tidak (lihat Fiqih Sunnah hal 35  juz 1)
2.      Adapun memakai pewarna rambut hitam, maka menurut kebanyakan ulama hukumnya adalah tidak boleh (haram).
Hal ini berdasarkan hadits dari Jabir bahwasanya Abu Quhafah (ayah dari Abu Bakar) pada hari terbukanya kota Mekkah datang kepada Rasulullah SAW dan kepalanya penuh uban maka Rasulullah SAW berkata:
اِذْهَبُوْا بِهِ إِلىَ بَعْضِ نِسَائِهِ فَلْتُغَيِّرْهُ بِشَيْءٍ وَجَنِّبِوْهُ السَّوَادَ
Bawalah ia kepada sebagian istrinya dan hendaknya ia merubah (rambut)nya dengan sesuatu dan jauhkanlah darinya warna hitam.
[Hadits riwayat Ibnu Majah no 3624 dan Muslim dari Jabir]
Sayyid Sabiq memperbolehkan untuk memakai pewarna rambut hitam dan menyatakan bahwa hadits ini tidak dapat dijadikan dasar karena ini merupakan peristiwa tertentu dan hadits semacam ini sifatnya tidaklah umum, beliau mengutip ucapan Ibnu Syihab az-Zuhri yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari: Kami memakai pewarna rambut hitam apabila berwajah tajam, dan apabila wajah dan gigi menjadi rontok maka kami pun meninggalkannya.
(lihat Fiqih Sunnah hal 35  juz 1)
Hanya saja pendapat beliau ini lemah karena menurut ilmu ushul fiqih:
الأصل فى أفعال النبي الاقتداء إلا ما دل الدليل على الإختصاص به
Asal dari perbuatan nabi adalah (untuk) diikuti kecuali apabila ada dalil yang menunjukkan kekhususan (keitimewaan) baginya.
Dan dalam hadits di atas, meskipun ucapan beliau merupakan reaksi dari datangnya Abu Quhafah tapi hukumnya meliputi kepada Abu Quhafah dan orang-orang Islam yang lain. Hal ini sama seperti jawaban beliau saat ditanya tentang masalah bersuci dengan air laut, yang lalu jawaban beliau dijadikan dasar oleh semua ulama tentang bolehnya bersuci dengan air laut.
Selain itu redaksi Muslim saat meriwayatkan hadits ini adalah
غَيِّرُوا هَذَا وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
Rubahlah (rambut yang beruban) ini dan jauhilah warna hitam.
Kata  وَاجْتَنِبُوا (jauhilah) adalah kata larangan, yang berarti menunjukkan ketidak bolehan untuk memakai pewarna rambut hitam.
Karena itulah Imam Nawawi dalam kitabnya Riyadush Solihin membuat bab tersendiri yang berjudul:
باب نهي الرجل والمرأة عن خضاب شعرهما بسواد
(Bab larangan bagi laki-laki dan wanita mewarnai hitam rambutnya)

Semoga bermanfaat, wallohu a’lam bish-showwab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar