Sekitar dua minggu
yang lalu ada seorang teman saya yang menjadi ustadz dan punya jamaah pengajian
di kampungnya sms dan bertanya: “Apakah
apakah jika seseorang mandi besar juga sekaligus suci dari hadats kecil ?”
Saya jawab bahwa
dengan mandi besar otomatis hadats kecilnya juga hilang.
Rupanya ia belum puas
dengan jawaban ini dan meminta dalil (ta’bir) dari kitab apa.
Karena saat itu saya
masih di pasar (maklumlah saya adalah seorang pedagang dan saat ia sms adalah
pagi hari saat saya sedang berjualan) maka saya janjikan kepadanya untuk
mencarikan dalilnya (ta’birnya). Setelah membuka kiatb-kitab saya yang jarang
dibaca hingga berselimut debu, akhirnya saya pun mendapatkan dalilnya.
Karena saya rasa
masalah ini mungkin bermanfaat pula bagi rekan-rekan lainnya, maka saya pun
berniat menulisnya di blog ini.
Imam Zainuddin bin
Abdil Aziz al-Malibari berkata:
( وَلَوْ أَحْدَثَ ثُمَّ أَجْنَبَ كَفَى
غُسْلٌ وَاحِدٌ ) وَإِنْ لَمْ يَنْوِ مَعَهُ الْوُضُوْءَ وَلاَ رَتَّبَ
أَعْضَاءَهُ.
Jika seseorang
berhadats (kecil) lalu ia junub maka cukuplah satu mandi saja, meskipun ia
tidak berniat wudlu dalam mandi itu dan tidak menertibkan (mengurutkan)
anggota-anggota tubuhnya.
(Fathul Mu’in hal
10-11)
Sayyid Alawi bin Ahmad
As-Saqqaf mengomentari kalimat di atas dengan perkataan:
بَلْ وَلَوْ نَفَاهُ لَمْ يَنْتَفِ
Bahkan seandainya
orang itu meniadakan wudlu itu, maka wudlu itu tidaklah hilang.
(Tarsyikhul Mustafidin
Hasyiah Fathul Mu’in hal 34 juz 1,
Imam Ad-Dimyati
berkata:
قَالَ فِى النِّهَايَةِ: وَقَدْ نَبَّهَ الرَّافِعِيُّ
عَلىَ أَنَّ الْغُسْلَ إِنَّمَا يَقَعُ عَنِ الْجَنَابَةِ وَأَنَّ اْلأَصْغَرَ
يَضْمَحِلُّ مَعَهُ – أَيْ لاَ يَبْقَى لَهُ حُكْمٌ فَلِذَلِكَ عَبَّرَ
الْمُصَنِّفُ بِقَوْلِهِ كَفَى اهـ
Imam ar-Romli dalam
kitab Nihayatul Muhtaj berkata: “Imam ar-Rafi’i telah mengingatkan bahwa
sesungguhnya mandi yang dilakukan karena jinabat sesungguhnya hadats itu hilang
(lenyap) bersamanya – artinya hukumnya sudah tidak ada, karena itulah pengarang
menggunakan kata mencukupi ( كَفَى)
(I’anatut Tholibin hal
79 juz 1)
Sayyid Sabiq berkata:
إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ، لَمْ يَكُنْ قَدْ
تَوَضَّأَ يَقُوْمُ الْغُسْلُ عَنِ الْوُضُوْءِ.
قَالَتْ عَائِشَةُ: ( كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ
لاَ يَتَوَضَّأُ بَعْضَ الْغُسْلِ ).
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ
لِرَجُلٍ قَالَ لَهُ : إِنِّي أَتَوَضَّأُ بَعْضَ الْغُسْلِ، فَقَالَ لَهُ: لَقَدْ
تَغَمَّقْتَ.
وَقَالَ ابْنُ الْعَرَبِيُّ: لَمْ يَخْتَلِفِ
الْعُلَمَاءُ أَنَّ الْوُضُوْءَ دَاخِلٌ تَحْتَ الْغُسْلِ، وَأَنّ نِيَّةَ
طَهَارَةِ الْجَنَابَةِ تَأْتِي عَلَى طَهَارَةِ الْحَدَثِ وَتَقْضِي عَلَيْهِ،
ِلأَنَّ مَوَانِعَ الْجَنَابَةِ أَكْثَرَ مِنْ مَوَانِعِ الْحَدَثِ، فَدَخَلَ
اْلأَقَلُّ فِى نِيَّةِ اْلأَكْثَرِ، وَأَجْزَأَتْ نِيَّةُ اْلأَكْبَرِ عَنْهُ.
Jika seseorang mandi
jinabat, dan ia tidak berwudlu, maka mandinya itu menempati kedudukan wudlu.
Aisyah berkata:
“Rasulullah SAW tidak berwudlu setelah mandi.”
Ibnu Umar RA berkata
kepada seorang laki-laki yang mengatakan: Sesungguhnya saya berwudlu setelah
mandi. “Engkau sungguh-sungguh telah berlebihan (arti aslinya memperdalam
-pen).
Ibnu al-Arabiy
berkata: “Para ulama tidak berbeda pendapat
bahwa sesungguhnya wudlu termasuk
di dalam mandi. Dan sesungguhnya niat bersuci dari jinabat menyempurnakan dan
memenuhi bersuci dari hadats (kecil), karena perkara-perkara yang dilarang
karena jinabat lebih banyak dari perkara-perkara yang dilarang karena hadats,
maka masuklah (hadats) yang lebih kecil kepada yang lebih banyak, maka cukuplah
niat (menghilangkan) hadats besar dari yang kecil.”
(Fiqih Sunnah hal 65
juz 1)
Dengan demikian
jelaslah bahwa jika seseorang mandi besar maka hadats kecilnya secara otomatis
juga hilang (lenyap) dan seandainya ia shalat tana berwudlu maka menurut para
ulama shalatnya sah.
Meskipun demikian
dalam mandinya ia tetap disunnahkan untuk berwudlu sebagaimana tersebut dalam
kitab-kitab hadits.
Semoga bermanfaat,
Wallahu A’lam bish-showab.
maaf sebelume... tp yg perlu diperhatikan adalah tata cara mandinya. karna mandi yang bisa mencakup wudlu sekaligus mempunyai cara tersendiri. sebagaimana yang dijelaskan syeikh nawawi dalam nihayah zeinnya. tolong diikutsertakan. suwun
BalasHapus