Dalam salah satu kesempatan, seseorang bertanya kepada saya
hukumnya meminum minuman yang habis kejatuhan lalat, apakah wajib atau tidak.
Soalnya ia membaca salah satu artikel di internet ada yang menyatakan (mungkinkah
seorang ustadz ?) bahwa hukum meminumnya adalah wajib, karena itu adalah untuk
mengetes keimanan kita.
Benarkah demikian ?
Marilah kita bersama-sama membaca hadits yang ditanyakan
oleh orang tadi:
Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى
شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لْيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِى أَحَدِ
جَنَاحَيْهِ دَاءٌ وَفِى اْلأَخَرِ شِفَاءٌ.
“Apabila ada seekor lalat masuk ke dalam minuman salah satu dari
kalian maka benamkanlah lalu keluarkanlah. Karena sesungguhnya dalam salah satu
sayapnya ada penyakit dan di sayap lainnya ada obatnya.”
[HR Bukhori no: 3320 dan
Abu Dawud no: 3844 dari Abu Hurairah]
Jika kita perhatikan
redaksi hadits di atas, tidak ada keterangan tentang hukum wajib atau tidaknya
meminum minuman ada lalatnya. Yang
dijelaskan dalam hadits di atas jika kita ingin meminum minuman itu, maka lalat
yang terjatuh di dalamnya harus dibenamkan terlebih dahulu lalu dibuang karena
di salah satu sayap lalat itu mengandung penyakit dan di sayap lainnya terdapat
obatnya.
Jadi masalah orang
tersebut meneruskan meminum atau tidak minuman yang kejatuhan lalat tadi sama
sekali tidak disinggung dalam hadits tersebut.
Sedangkan masalah
orang tersebut meneruskan meminumnya atau tidak maka ini tergantung pada kehendak
orang itu.
Dalam salah kaidah ushul fiqh disebutkan:
اْلأَصْلُ فِى الشَّيْءِ
اْلإِبَاحَةُ
Asal sesuatu itu adalah
mubah.
Sedangkan masalah tes
keimanan, mungkin yang penafsiran paling tepat adalah jika kita mempercayai
kebenaran hadits ini (bahwa di salah satu sayap lalat ada penyakit dan sayap
yang lain ada obatnya) berarti kita
adalah termasuk dalam kelompok orang-orang beriman. Dan jika kita tidak
mempercayainya maka kita termasuk dalam kelompok orang-orang yang celaka
seperti tersebut dalam firman Allah SWT:
﴿ وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلىَّ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ
وَسَاءَتْ مَصِيْرًا ﴾
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.
[S. An-Nisa: 115]
Apalagi saat ini setelah penelitian yang
dilakukan oleh at-Taili dan kawan-kawannya dari Jurusan Mikrobiologi Medis
Universitas Qassim di Arab Saudi. Mereka
memeriksa sayap lalat. Pada satu larutan dicelupkan seluruh lalat, dan pada
satu larutan lagi dicelupkan sayapnya saja. Ternyata larutan pertama (dimana
tubuh lalat dicelupkan) mengandung antibiotik, dan larutan kedua (dimana hanya sayap lalat saja
yang dicelupkan) menunjukkan adanya kuman.
Inilah rahasianya mengapa jika ada lalat
yang masuk ke dalam minuman maka harus dibenamkan ke dalam minuman. Karena sayap lalat mengandung kuman-kuman
penyakit dan saat lalat itu dibenamkan dalam air secara otomatis tubuhnya akan
mengeluarkan antibiotika sebagai reaksi untuk melawan kuman-kuman tersebut. Ini
adalah hasil penelitian dari para ilmuan jurusan biologi Universitas Macquarie,
Sidney - Australia.
Jadi jika kita kemudian menyimpulkan dari
hadits di atas bahwa meminum minuman yang kejatuhan lalat lalu dibenamkan dan
dikeluarkan hukumnya adalah wajib karena untuk mengetes keimanan kita, maka ini
adalah kesimpulan yang kurang tepat bahkan bisa dibilang sembrono karena
beberapa hal:
1.
Hukum
ini tidak terkandung dalam redaksi hadits yang
dijadikan sebagai dasar hukumnya
2.
Asal
segala sesuatu adalah mubah, kecuali ada dalil yang mewajibkannya atau
melarangnya
3.
Masalah
iman yang dimaksud adalah masalah penyakit dan obat di sayap lalat, bukan
masalah meminum atau tidak minuman yang kejatuhan lalat. Ini adalah dua masalah
yang berbeda dan sebagai akibatnya hukumnya berbeda pula.
Semoga bermanfaat, wallahu a’lam bishshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar