Faidah 4
Imam al-Hulaimi menyatakan bahwa dalam hadits ini ada 2 penafsiran.
Yang pertama: Sesungguhnya tidak adanya rasa malu kan mendorong seseorang terlepas dari kendali yang tidak dapat menjamin dari dirinya akibat yang buruk. Menurut orang-orang yang berakal (sehat) penghalang terbesar dari perbuatan-perbuatan yang jelek adalah rasa penyesalan (adz-dzamm), dan ini lebih berat daripada siksaan tubuh.
Barang siapa merasa baik dengan penyesalan dan tidak mengkhawaitirkannya, maka ia tidak akan tertahan dari perbuatan yang jelek dan ia tidak behenti melakukan sesuatu hingga ia mengoyak sesuatu yang tertutup, merobek kehormatan dan kehilangan cahaya wajahnya. Ia tiada berarti dan tiada berkuasa orang-orang menganggapnya binatang dan memasukkannya ke dalam golongannya.
Maka nabi mengingatkan dengan ucapan ini bahwa meninggalkan rasa malu akan menyebabkan suatu bahaya, supaya ia berhenti (dari perbuatan yang buruk), merasakan perasaan malu yang menahannya dari peebuatan buruk dan menjadi aman (selamat) dari orang-orang yang menggunjingkannya.
Yang kedua: Jika kau tidak mengerjakan sesuatu yang membuatmu merasa malu maka tidak ada dosa bagimu untuk mengerjakan hal yang semisalnya, maka kerjakanlah apa pun yang kamu inginkan.
Penafsiran kedua ini hampir sama dengan keterangan sebelumnya tentang kaidah umum untuk menentukan antara perbuatan yang baik dan yang buruk dengan pertimbangan rasa malu.
Bisyr bin al-Hakam berkata tentang hadits ini: Ini bukanlah perbuatan orang yang fujur (tidak tahu malu) tapi (maksudnya) jika niat seseorang itu benar dan ia ingin shalat di samping orang-orang maka janganlah ia malu kepada mereka dan ia benar-benar ikhlas karena Allah.
Faidah 5
Hadits ini juga menunjukkan kebolehan melakukan suatu ancaman kepada orang lain jika memang hal ini diperlukan atau untuk mencegah suatu perbuatan yang munkar dan jelek.
Hanya saja sebelum menggunakan ancaman ini hendaklah dipertimbangkan dengan seksama apakah hal ini bermanfaat atau tidak? Apakah hal ini bisa membuat tujuan kita tercapai atau tidak?
Seandainya orang yang kita ancam itu mau menuruti perintah kita atau menghentikan perbuatan munkar atau jeleknya maka metode ini dapat kita gunakan.
Akan tetapi jika ancaman ini tidak dapat menghentikannya dan malah memperburuk keadaan maka sebaiknya kita jangan memakai metode ini tapi carilah cara dan metode lain yang lebih efektif dan bermanfaat.
Allah SWT berfirman:
اُدْعُ إِلىَ سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِى هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. [S. An-Nahl: 125]
Sebelumnya Selanjutnya
(Mufrodat) (faidah 1) (faidah 2)
Download pdf doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar