Alamat

Jl Diponegoro Gg. III Cepu - Jawa Tengah Indonesia

Kamis, 10 Februari 2011

Nahdlatul Ulama (02)

4.  Prinsip-Prinsip Ajaran NU 

A.  Paham Ahlussunnah wal Jama'ah

Sejak berdiri NU menegaskan diri sebagai Jam'iyyah yang menganut, mengemban dan mengembangkan Islam ala Ahlussunnah wal Jama'ah, dan diperkuat lagi pada Muktamar NU ke-26 di Semarang (1979)
Hal ini sesuai dengan hadits : 
وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلىَ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلىَ ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً )، قَالُوا : وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟،  قَالَ : ( مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي ) 
Dan sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan, dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya berada di neraka kecuali satu golongan, Para sahabat pun bertanya : Siapa mereka ya Rasulullah ?, Yaitu  (golongan yang berpegang kepada)  perkara yang aku dan sahabat-sahabatku  berpegang kepadanya.
(HR Tirmidzi no:2640, dan Abu Dawud no: 4596, dari Abu Hurairah)

Dalam madrasah-madrasah NU diajarkan bahwa Ahlussunnah wal Jama'ah adalah :
Pengikut ajaran Islam yang berlandaskan pada :
  • Al-Quran,
  • Sunnah (perkataan, perbuatan, dan ketetapan) Nabi Muhammad SAW
  • Sunnah Khu;afaur Rasyidin yaitu : Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman, bin Affan dan Ali bin Abi Thalib 
B.   Paham Tauhid 
Dalam akidah (tauhid) maka NU mengikuti paham Asy'ariyyah dan Maturidiyyah, meskipun pada prakteknya yang diajarkan di NU hanyalah paham Asy'ariyyah saja. 
Imam Murtadha Az-Zabidiy dalam kitab Ittihaf Sadaatul Muttaqin menyatakan :
Apabila disebut Ahlussunnah wal Jama'ah maka yang dimaksud dengan ucapan itu adalah paham atau fatwa-fatwa yang diajarkan oleh :
  • Imam Asy'ari (260 -324 H/874-936 M) dan
  • Abu Mansur al-Maturidi (w. 333 H/944 M)
C.   Paham Madzhab 
Dalam AD ART NU, pasal 2, ayat 2-a disebutkan :
" Tujuan NU adalah menegakkan syariat Islam menurut haluan Ahlussunnah wal Jama'ah, ialah Ahlil Madzahibil Arba'ah, yaitu : Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali."
Ini berarti produk hukum Islam (fiqih) dari empat mujtahid itu harus dipegang teguh sebagai madzhab Ahlussunnah wal Jama'ah, meski  pada prakteknya NU lebih banyak mengambil pendapat dari madzhab Syafi'i saja.
1- Madhzab Hanafi
    Penyusunnya : Abu Hanifah an-Nu'man bin Tasbit
    (80-150 H/ 699-767 M)
2- Madzhab Maliki
    Penyusunnya : Malik bin Anas bin Malik al-Madani
    (93-179 H/ 712-798 M)
3- Madzhab Syafi'i
    Penyusunnya : Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i
    (150-204 H/ 767- 820 M)
4- Madzhab Hanbali
    Penyusunnya : Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
    (164-241 H/ 780 – 655 M)

 
D.  Paham Tasawuf
Bagi NU mengikuti tasawuf yang benar adalah yang ditetapkan oleh :
Abul Qashim Junaidi Al-Baghdadi  (w. 298 H)


E.   Paham Keulamaan 
Yaitu keharusan menghormat kepada ulama dan mengakui kepemimpinan serta otoritasnya
Ulama (jamak dari lafad 'alim) adalah orang yang berilmu atau sarjana bidang ilmu tertentu. Karena itu ada ulama fiqh, ulama hadits, ulama tafsir, ulama falak, hisab, wirid, tarekat dan lain sebagainya. Tetapi tidak semua orang yang ahli ilmu disebut ulama/kyai.
NU memberikan kriteria ulama sebagai berikut :
  • memiliki ketakwaan kepada Allah SWT, ini adalah norma yang pokok
  • memiliki tugas utama mewarisi misi (risalah) Rasulullah meliputi : ucapan, perbuatan, tingkah laku, mental dan moralnya.
  • memiliki ciri-ciri berikut : tekun beribadah (baik fardlu ataupun sunnah),zuhud (melepaskan diri dari ukuran dan kepentingan materi dunia), mempunyai ilmu akhirat (ilmu agama dalam kadar yang cukup), mengerti kemaslahatan umat (peka terhadap kepentingan umum), mengabdikan seluruh ilmunya untuk Allah, dan mempunyai niat yang benar, baik dalam berilmu maupun beramal

Bersambung ke Bagian 3
Kembali ke Bagian 1

3 komentar:

  1. saya mau tau hadist rasul' yang menyatakan bahwa,
    orang yang sudah meninggal berhenti di siksa karna do'a orang yang masih hidup

    BalasHapus
  2. Maaf karena agak sibuk, saya baru sempat memberi jawaban:
    Hadits yang dijadikan sandaran untuk masalah ini :
    1. Hadits jaridatain yang diriwayatkan al-Bukhori, Muslim dan Ashabus Sunan yaitu hadits yang menyebutkan Nabi SAW meletakkan 2 pelepah kurma basah di atas 2 kubur yang sedang disiksa agar diringankan siksanya.
    Hadits ini tidak hanya khusus pada nabi saja, karena al-Bukhori sahabat Baridah bin al-Hasib berwasiat agar saat ia meninggal agar dikuburnya ditaruh 2 pelepah kurma. (Sohih Al-Bukhori Kitab Jenazah)
    An-Nawawi dalam Syarh Muslim (juz 1, hal 206) berkata: alasan dipilihnya pelepah kurma yang basah bukan yang kering karena pelepah kurma akan bertasbih selama dalam keadaan basah.
    Beliau juga berkata: Karena hadis inilah para ulama menganggap baik pembacaan al-Quran di sisi kubur, karena jika siksa kubur dapat diperingan dengan tasbih pelepah kurma, maka dengan pembacaan al-Quran itu lebih utama.
    Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Ibnu Daqiqil 'Id dalam Ihkamul Ahkam (hal 63) , at-Tibiy dalam syarh al-Misykat (juz 1, hal 38) dan al-Qurtubi dalam Tadzkirahnya (hal 100).
    2. Hadits Umamah tentang talqin mayyit yang diriwayatkan oleh At-Tabrani dan Abdul 'Aziz al-Hanbali dalam Asy-Syafi,
    Derajat hadits ini masih diperselisihkan, Ibnu Hajar dalam Talkhisul Khobir berkata: isnadnya baik bahkan dalam Hadyus Sari berpendapat bahwa hadits ini Sohih atau Hasan, tetapi al-Haitsamiy dalam Majmauz Zawaid berkata: dalam sanadnya ada rowi-rowi yang tidak aku kenal.
    Ibnul Qoyyim dalam ar-Ruh (hal 15) berkata: Hadits ini mesti tidak tsabit (lemah) akan tetapi amal yang terus menerus di seluruh kota dan setiap masa tanpa adanya pengingkaran cukup (sebagai dalil) dalam pemgamalannya.
    Lalu beliau menyebut beberapa riwayat dari ulama salaf tentang selamatnya beberapa arwah dari siksa kubur karena talqin atau bacaan orang yang masih hidup.
    3. Hadits yang diriwayatkan an-Nasai, Ibnu Majah, Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Hibban dari Mi'qal bin Yasir al-Muzani dari Nabi SAW: Iaqra-uu Yasin 'inda mautakum.
    Dalam hadits ini ada 2 pendapat:
    Pendapat mayoritas ulama diantaranya adalah Imam Ahmad yang mengartikan bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang telah mati dari kalian.
    Pendapat kedua yang dipilih Ibnul Qoyyim mengartikan bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang akan mati dari kalian.
    Kitab yang dapat dibaca untuk memperjelas masalah ini:
    a. Tahqiqul Amal Fiima Yanfa'ul Mayyiti minal A'mal karya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Mailki
    b. Ar-Ruh karya Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah.

    BalasHapus