Majalah Al-jami’ah Al-madinah Al-munawwaroh, pernah memuat sebuah artikel dari seorang pakar, yaitu Dr. Abdul Qodir Assindi (Madinah) yang berisi kecaman, hinaan, dan penghakiman terhadap pemikiran dan pribadi Sayyid Muhammad Alawi Al-maliki, sebagai propaganda yang mengarah pada perbuatan bid’ah. Tentu saja artikel itu mendapat banyak perhatian publik sekaligus mengundang keresahan umat. Sehingga beberapa ulama’ dan tokoh-tokoh pembesar menelpon seraya menghibur Sayyid Muhammad “jangan risau dan tidak usah menghiraukan tulisan Assindi”, tidak ketinggalan beberapa santri beliau juga merasa geram dengan ulah As-sindi.
Namun Syaikh Muhammad hanya menanggapi dengan senyum. Selang satu bulan berikutnya, Sayyid Muhammad mengajak beberapa santri pergi ke Madinah, sebelum berangkat beliau memerintahkan agar memasukkan lembaran-lembaran uang kertas kedalam tas. Sesampainya di jalanan kota Madinah, beliau berhenti disebuah rumah. Para santri tidak ada yang tahu rumah siapa itu. Setelah disambut oleh tuan rumah, terlihat adanya perbincangan yang cukup akrab antara Sayyid Muhammad dan tuan rumah, sehingga terkesan keduanya sudah kenal lama dan akrab.
- Maaf, Apakah benar ini rumah tuan Dr. Abdul Qodir As-sindi?. Tanya Sayyid Muhammad.
- Iya betul. Saya sendiri. Jawab tuan rumah.
- Kalau begitu, mohon terimalah ini. Kata Sayyid Muhammad sambil menyerahkan satu tas uang yang sudah dipersiapkan dari rumah.
Rupanya keduanya belum saling mengenal, dan ternyata rumah itu adalah rumah Dr. Abdul Qodir As-sindi yang beberapa waktu lalu telah mengecam habis-habisan Sayyid Muhammad lewat tulisannya di Majalah Al-jami’ah Al-madinah Al-munawwaroh.
Setelah memberikan tas yang berisi uang tersebut, Sayyid Muhammad langsung berpamitan, Sehingga Dr. Abdul Qodir As-sindi belum berkesempatan menanyakan nama tamunya. Ia juga sama sekali tidak menyangkah bahwa tamu yang datang memberinya uang dalam jumlah yang cukup banyak itu adalah Sayyid Muhammad, orang yang telah ia cabik-cabik nama baik dan harga dirinya di media.
Tidak lama kemudian, terlihat As-sindi lari mengejar dan menghampiri Sayyid Muhammad yang saat itu masih ada dijalan depan, lalu ia merangkul Sayyid Muhammad dan memeluknya erat, sambil sesunggukan ia berkata, “Anda tentu Sayyid Muhammad Almaliki, kini saya yakin sepenuh hati, bahwa anda adalah keturunan Rasulullah, sebab tidak ada yang membalas cacian dan hinaan dengan hadiah, kecuali ia adalah keturunan Rasulullah. Saya tidak meragukan lagi keagungan pribadi Anda wahai Sayyidi.
As-sindi larut dalam haru, ada rasa tak percaya, ada kekesalan, ada rasa malu, ada kekaguman yang besar, semua berpadu dalam satu nuansa yang membawa jiwa dan hatinya menjadi yakin bahwa orang yang dihadapannya adalah benar-benar orang pilihan, berhati mulia dan mempunyai pribadi yang mengagumkan. Sayyid Muhammad bagi As-sindi adalah orang yang memiliki kebesaran hati yang sepadan dengan ketinggian ilmunya, begitu legowo memaafkan dirinya yang jelas-jelas telah mempermalukannya melalui media. Anggapan dan tuduhan sebagai penyebar bid’ah hanyalah kebohongan semata. Sungguh luar biasa.
Para santri yang saat itu diajak Sayyid Muhammad ke Madinah yang ternyata untuk menemui Dr. Abdul Qodir Assindi merasa kagum dan bangga atas apa yang mereka saksikan. Sang guru telah mempertontonkan sesuatu yang luar biasa, sebuah keteladanan dihadapan mereka. Lisanul hal afshohu min lisanil maqol. Waallohu a’lam
berbobot...knjung balik ke http://www.auratmu.blogspot.comberbobot...knjung balik ke http://www.auratmu.blogspot.com
BalasHapushikmah yang indah,
BalasHapusmohon kunjungan pula ke http://said-al-bejo.blogspot.com/