Alamat

Jl Diponegoro Gg. III Cepu - Jawa Tengah Indonesia

Rabu, 05 November 2014

Hukum Aqiqoh yang digabungkan dengan kurban



Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya apabila ada orang-orang yang bergabung untuk membeli sapi yang akan dijadikan kurban akan tetapi salah satu dari mereka berniat untuk aqiqah, boleh atau tidak ?
Jawab:
Sebelum kita menjawab pertanyaan  ini, kita harus tahu terlebih dahulu hukum ber-aqiqah dengan hewan selain kambing, apakah ini diperbolehkan atau tidak?
Ibn al-Mundzir berkata:
وًاخْتَلَفُوا فِى الْعَقِيْقَةِ بِغَيْرِ الْغَنَمِ، فَرَوَيْنَا عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ كَانَ يَعُقُّ عَنْ وَلَدِهِ الْجَزُوْرَ، وَعَنْ أَبِى بَكْرَةَ عَنِ ابْنِهِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ جَزُوْرًا فَأَطْعَمَ أَهْلَ الْبَصْرَةِ.
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah aqiqah dengan selain kambing, kami meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa ia ber-aqiqah untuk anaknya seekor unta, dan kami meriwayatkan dari Abu Bakrah bahwa ia menyembelih untuk anaknya Abdurrahman seekor unta kemudian ia memberi makan penduduk Basrah.
Beliau juga berkata:
وَلَعَلَّ حُجَّةَ مَنْ رَأَى أَنَّ اْلعَقِيْقَةَ تَجْزِى بِاْلإِبِلِ وَالْبَقَرِ قَوْلُ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيْقَةٌ، فَأَهْرِيْقُوْا عَنْهُ دَمًا.
Mungkin saja dalil yang digunakan oleh orang yang berpendapat bahwa ber-aqiqah dengan unta dan sapi itu mencukupi adalah ucapan Nabi SAW:
مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيْقَةٌ، فَأَهْرِيْقُوْا عَنْهُ دَمًا
Bersamaan dengan anak  itu ada aqiqah, maka kalian alirkan darah (hewan aqiqah) darinya.
(Tuhfah al-Maudud fi Ahkam al-maulud, hal 47-48)
Ibnu Rusyd berkata:
وَأَمَّا مَحَلُّهَا فَإِنَّ جُمْهُوْرَ الْعُلَمَاءِ أَنَّهُ لاَ يَجُوْزُ فِى الْعَقِيْقَةِ إِلاَّ مَا جَازَ فِى الضَّحَايَا مِنَ اْلأَزْوَاجِ الثَّمَانِيَةِ، وَأَمَّا مَالِكٌ فَاخْتَارَ فِيْهَا الضَّأْنَ عَلىَ مَذْهَبِهِ فِى الضَّحَايَا، وَاخْتُلِفَ قَوْلُهُ هَلْ يَجْزِى فِيْهِ اْلإِبِلُ وَالْبَقَرُ أَوْ لاَ يَجْزِى؟ وَسَائِرُ الْفُقَهَاءِ عَلىَ أَصْلِهِمْ أَنَّ اْلإِبِلَ أَفْضُ مِنَ الْبَقَرِ وَالْبَقَرَ أَفْضَلُ مِنَ الْغَنَمِ. 
Adapun tempatnya maka mayoritas ulama (menyatakan) bahwa tidak boleh ber-aqiqah kecuali dengan hewan yang diperbolehkan untuk kurban dari azwaj ats-tsamaniyah (domba, kambing, sapi dan unta). Sedangkan Imam Malik lebih memilih domba dalam aqiqah sesuai dengan madzhabnya dalam kurban. Dan ucapannya diperselisihkan dalam masalah apakah unta dan sapi mencukupi dalam aqiqah? Ahli fiqih lainnya berpendapat bahwa unta lebih utama dari sapi, dan sapi lebih utama dari kambing.
(Bidayatul Mujtahid hal 420)
As-Sayyid Abdurrahman Ba’lawi berkata:
(فَائِدَةٌ) عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ يَكْفِى فِى اْلأُضْحِيَةِ إِرَاقَةُ الدَّامِ وَلَوْ مِنْ دَجَاجَةٍ وَأَوْزٍ كَمَا قَالَهُ الْمَيْدَانِيُّ، وَكَانَ شَيْخُنَا يَأْمُرُ الْفَقِيْرَ بِتَقلِيْدِهِ، وَيَقِيْسُ عَلىَ اْلأُضْحِيَة الْعَقِيْقَةَ، وَيَقُوْلُ لِمَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُوْدٌ عَقِّ بِالدِّيْكَةِ           عَلىَ مَذْهَبِ ابْنِ عَبَّاسٍ  
Faidah: Dari Ibn Abbas RA sesungguhnya cukuplah dalam kurban mengalirkan darah (hewan) meskipun dari ayam dan bebek, seperti ucapan al-Maidaniy, dan guru kami memerintahkan orang yang faqir untuk mengikutinya, dan dia menyamakan aqiqah pada kurban, dan berkata kepada orang yang punya anak: “Aqiqahilah dengan ayam sesuai madzhab Ibn Abbas.  
(Bughyat al-Mustarsyidin hal 257)
Dari uraian di atas maka pendapat yang kuat adalah bolehnya beraqiqah dengan hewan selain kambing, bahkan kebanyakan ulama mengutamakan aqiqah dengan unta dan sapi daripada kambing. Sedangkan ada yang berpendapat jika orangnya tidak mampu maka ia boleh beraqiqah dengan ayam atau bebek berdasarkan madzhab Ibn Abbas.

Lalu bagaimana hukumnya apabila ada orang-orang yang bergabung untuk membeli sapi yang akan dijadikan kurban akan tetapi salah satu dari mereka berniat untuk aqiqah, boleh atau tidak ?
Abdul Malik al-Maimuniy bertanya kepada Imam Ahmad: “Apakah boleh untuk berkurban bagi seorang anak sebagai ganti aqiqah?”, Imam Ahmad berkata: “Aku tidak tahu,” lalu beliau berkata: “Ada lebih dari seorang (ulama) yang mengatakannya (memperbolehkannya).” Aku berkata: “Dari kalangan tabi’in?” Imam Ahmad berkata: ”Ya.”
Dalam riwayat lain Abdul Malik al-Maimuniy menyebutkan bahwa Imam Ahmad berkata: “Sebagian ulama berkata jika menyembelih (untuk berkurban) maka mencukupi  untuk aqiqah.”
Ahmad bin Hambal berkata: “Aku berharap bahwa kurban itu mencukupi  dari aqiqah –jika Allah menghendaki- bagi orang yang belum ber-aqiqah.”
Dalam riwayat lain beliau berkata: : “Jika ia  (menyembelih) kurban darinya, maka kurban itu mencukupi dari aqiqah.”
Hanbal (salah seorang perowi hadits) berkata: : “Aku melihat Abu Abdillah (yaitu Imam Ahmad) membeli hewan kurban, yang ia sembelih untuk dirinya dan keluarganya, dan saat itu putranya masih kecil maka dia menyembelih hewan itu. Aku merasa dia memaksudkannya untuk aqiqah dan kurban. Dan dia membagi dagingnya dan memakan sebagian darinya.”
Abdullah bin Ahmad bertanya kepada ayahnya tentang aqiqah di hari idul Adha, apakah itu mencukupi sebagai kurban dan aqiqah. Ayahnya (Imam Ahmad) berkata: “ Ada kalanya itu adalah kurban, dan adakalanya aqiqah, tergantun akan apa yang dikatakannya.
Ibn al-Qayyim berkata:
Dari (riwayat-riwayat) ini ada tiga macam pendapat dari Ima Ahmad bin Hanbal:
1.       Sembelihan itu mencukupi akan keduanya (aqiqah dan kurban)
2.       Sembelihan itu menjadi salah satu dari keduanya (aqiqah saja atau kurban saja).
3.       Sembelihan itu mauquf (tidak jelas hukumnya)
Dasar dari pendapat yang pertama, adalah bahwa kedua sembelihan itu dikarenakan dua sebab yang berbeda, maka sembelihan yang satu tidaklah mencukupi untuk sembelihan yang lainnya seperti denda mut’ah dan denda fidyah.
Dasar dari pendapat kedua, hasilnya maksud dari keduanya (aqiqah dan kurban) dengan satu sembelihan,  karena menyembelih kurban untuk anak disyariatkan seperti menyembelih aqiqah untuknya, maka jika dia menyembelih kurban dan berniat untuk aqiqah dan kurban maka keduanya terjadi, hal ini seperti kalau dia shalat dua rakaat dimana dia berniat shalat tahiyatul masjid dan shalat sunnah rawatib.
(Tuhfah al-Maudud fi Ahkam al-maulud, hal 50)

Sayyid Sabiq berkata:
قَالَ الْحَنَابِلَةُ: وَإِذَا اجْتَمَعَ يَوْمُ النَّحْرِ مَعَ يَوْمِ الْعَقِيْقَةِ فَإِنَّهُ يُمْكِنُ اْلإِكْتِفَاءُ بِذَبِيْحَةٍ وَاحدَةٍ عَنْهُمَا، كَمَا اجْتَمَعَ يَوْمُ عِيْدٍ وَيَوْمُ جُمْعَةٍ وَاغْتَسَلَ ِلأَحَدِهِمَا
Para ulama madzhab Hanbali berkata: “ Apabila hari penyembelihan (kurban) berkumpul dengan hari aqiqah, maka memungkinkan untuk  mencukupkan dengan sembelihan salah satu dari keduanya (kurban dan aqiqah). Seperti halnya apabila hari raya dan hari jum’ah berkumpul (jadi satu) dan dia mandi untuk salah satunya (hari raya atau hari jum’at)
(Fiqih Sunnah hal 280, juz 3)
Syaikh Ali Bashbirin berkata:
لَوْ نَوَى الْعَقِيْقَةَ وَاْلاُضْحِيَةَ لَمْ تَحْصُلْ غَيْرُ وَاحِدَةٍ عَنْ حج وَيَحْصُلُ الْكُلُّ عن م ر
Apabila ada orang yang berniat aqiqah dan kurban maka tidaklah tercapai (kecuali) salah satunya saja menurut Ibnu Hajar al-Haitami, dan menurut Imam ar-Romli semuanya tercapai.
(Itsmad al-‘Ainain fi Ba’di ikhtilaf asy-Syaikhain hal 77)
Imam al-Bajuri berkata:
وَهَذَا مَبْنِيٌّ عَلىَ قَوْلِ الْعَلاَّمَةِ ابْنِ حَجَرٍ أَنَّهُ لَوْ أَرَادَ بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ اْلاُضْحِيَةَ وَالْعَقِيْقَةَ لَمْ يَكْفِ لَكِنَّ الَّذِى صَرَّحَ بِهِ الْعَلاَّمَةُ الرَّمْلِيُّ أَنَّهُ يَكْفِى.
Didasarkan atas ucapan Ibnu Hajar: “Kalau seseorang dengan kambing satu bermaksud untuk kurban dan aqiqah maka tidaklah mencukupi.” Akan tetapi Imam Romli menganggapnya mencukupi.
(Hasyiah al-Bajuri ‘ala Ibn Qosim al-Ghozi hal 304, juz 2)

Dari uraian tersebut di atas maka pendapat yang terkuat (menurut saya) adalah pendapat yang memperbolehkan untuk ber-aqiqah yang dilaksanakan bersamaan waktunya dengan kurban dan kedua maksud ini akan tercapai (yaitu kurban dan aqiqah) meskipun ini bukanlah pendapat yang mu’tamad (terkuat) dalam madzhab Syafi’i.
Jadi jika ada orang yang bergabung bersama-sama untuk membeli sapi untuk dijadikan kurban, dan ada salah satu dari mereka yang berniat untuk aqiqah, maka niat orang yang ber-aqiqah itu tercapai dan demikian pula niat orang-orang yang berkurban pun juga tercapai.
Wallohu a’lam bish-showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar