Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya apabila ada
orang-orang yang bergabung untuk membeli sapi yang akan dijadikan kurban akan
tetapi salah satu dari mereka berniat untuk aqiqah, boleh atau tidak ?
Jawab:
Sebelum kita menjawab
pertanyaan ini, kita harus tahu terlebih
dahulu hukum ber-aqiqah dengan hewan selain kambing, apakah ini diperbolehkan
atau tidak?
Ibn al-Mundzir berkata:
وًاخْتَلَفُوا فِى الْعَقِيْقَةِ بِغَيْرِ الْغَنَمِ،
فَرَوَيْنَا عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ كَانَ يَعُقُّ عَنْ وَلَدِهِ
الْجَزُوْرَ، وَعَنْ أَبِى بَكْرَةَ عَنِ ابْنِهِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ جَزُوْرًا
فَأَطْعَمَ أَهْلَ الْبَصْرَةِ.
Para ulama berbeda pendapat dalam
masalah aqiqah dengan selain kambing, kami meriwayatkan dari Anas bin Malik
bahwa ia ber-aqiqah untuk anaknya seekor unta, dan kami meriwayatkan dari Abu
Bakrah bahwa ia menyembelih untuk anaknya Abdurrahman seekor unta kemudian ia
memberi makan penduduk Basrah.
Beliau juga berkata:
وَلَعَلَّ حُجَّةَ مَنْ رَأَى أَنَّ اْلعَقِيْقَةَ تَجْزِى
بِاْلإِبِلِ وَالْبَقَرِ قَوْلُ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ
الْغُلاَمِ عَقِيْقَةٌ، فَأَهْرِيْقُوْا عَنْهُ دَمًا.
Mungkin saja dalil yang digunakan
oleh orang yang berpendapat bahwa ber-aqiqah dengan unta dan sapi itu mencukupi
adalah ucapan Nabi SAW:
مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيْقَةٌ، فَأَهْرِيْقُوْا عَنْهُ دَمًا
Bersamaan dengan anak itu ada aqiqah, maka kalian alirkan darah
(hewan aqiqah) darinya.
(Tuhfah al-Maudud fi Ahkam
al-maulud, hal 47-48)
Ibnu Rusyd berkata:
وَأَمَّا مَحَلُّهَا فَإِنَّ جُمْهُوْرَ الْعُلَمَاءِ
أَنَّهُ لاَ يَجُوْزُ فِى الْعَقِيْقَةِ إِلاَّ مَا جَازَ فِى الضَّحَايَا مِنَ
اْلأَزْوَاجِ الثَّمَانِيَةِ، وَأَمَّا مَالِكٌ فَاخْتَارَ فِيْهَا الضَّأْنَ
عَلىَ مَذْهَبِهِ فِى الضَّحَايَا، وَاخْتُلِفَ قَوْلُهُ هَلْ يَجْزِى فِيْهِ
اْلإِبِلُ وَالْبَقَرُ أَوْ لاَ يَجْزِى؟ وَسَائِرُ الْفُقَهَاءِ عَلىَ أَصْلِهِمْ
أَنَّ اْلإِبِلَ أَفْضُ مِنَ الْبَقَرِ وَالْبَقَرَ أَفْضَلُ مِنَ الْغَنَمِ.
Adapun tempatnya maka mayoritas
ulama (menyatakan) bahwa tidak boleh ber-aqiqah kecuali dengan hewan yang
diperbolehkan untuk kurban dari azwaj ats-tsamaniyah (domba, kambing,
sapi dan unta). Sedangkan Imam Malik lebih memilih domba dalam aqiqah sesuai
dengan madzhabnya dalam kurban. Dan ucapannya diperselisihkan dalam masalah
apakah unta dan sapi mencukupi dalam aqiqah? Ahli fiqih lainnya berpendapat
bahwa unta lebih utama dari sapi, dan sapi lebih utama dari kambing.
(Bidayatul Mujtahid hal 420)
As-Sayyid Abdurrahman Ba’lawi
berkata:
(فَائِدَةٌ)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ يَكْفِى فِى اْلأُضْحِيَةِ
إِرَاقَةُ الدَّامِ وَلَوْ مِنْ دَجَاجَةٍ وَأَوْزٍ كَمَا قَالَهُ
الْمَيْدَانِيُّ، وَكَانَ شَيْخُنَا يَأْمُرُ الْفَقِيْرَ بِتَقلِيْدِهِ،
وَيَقِيْسُ عَلىَ اْلأُضْحِيَة الْعَقِيْقَةَ، وَيَقُوْلُ لِمَنْ وُلِدَ لَهُ
مَوْلُوْدٌ عَقِّ بِالدِّيْكَةِ
عَلىَ مَذْهَبِ ابْنِ عَبَّاسٍ
Faidah: Dari Ibn Abbas RA
sesungguhnya cukuplah dalam kurban mengalirkan darah (hewan) meskipun dari ayam
dan bebek, seperti ucapan al-Maidaniy, dan guru kami memerintahkan orang yang
faqir untuk mengikutinya, dan dia menyamakan aqiqah pada kurban, dan berkata
kepada orang yang punya anak: “Aqiqahilah dengan ayam sesuai madzhab Ibn Abbas.
(Bughyat al-Mustarsyidin hal
257)
Dari uraian di atas maka pendapat
yang kuat adalah bolehnya beraqiqah dengan hewan selain kambing, bahkan
kebanyakan ulama mengutamakan aqiqah dengan unta dan sapi daripada kambing. Sedangkan
ada yang berpendapat jika orangnya tidak mampu maka ia boleh beraqiqah dengan
ayam atau bebek berdasarkan madzhab Ibn Abbas.
Lalu bagaimana hukumnya apabila
ada orang-orang yang bergabung untuk membeli sapi yang akan dijadikan kurban
akan tetapi salah satu dari mereka berniat untuk aqiqah, boleh atau tidak ?
Abdul Malik al-Maimuniy bertanya
kepada Imam Ahmad: “Apakah boleh untuk berkurban bagi seorang anak sebagai
ganti aqiqah?”, Imam Ahmad berkata: “Aku tidak tahu,” lalu beliau berkata: “Ada
lebih dari seorang (ulama) yang mengatakannya (memperbolehkannya).” Aku
berkata: “Dari kalangan tabi’in?” Imam Ahmad berkata: ”Ya.”
Dalam riwayat lain Abdul Malik
al-Maimuniy menyebutkan bahwa Imam Ahmad berkata: “Sebagian ulama berkata jika
menyembelih (untuk berkurban) maka mencukupi
untuk aqiqah.”
Ahmad bin Hambal berkata: “Aku
berharap bahwa kurban itu mencukupi dari
aqiqah –jika Allah menghendaki- bagi orang yang belum ber-aqiqah.”
Dalam riwayat lain beliau
berkata: : “Jika ia (menyembelih) kurban
darinya, maka kurban itu mencukupi dari aqiqah.”
Hanbal (salah seorang perowi
hadits) berkata: : “Aku melihat Abu Abdillah (yaitu Imam Ahmad) membeli hewan
kurban, yang ia sembelih untuk dirinya dan keluarganya, dan saat itu putranya
masih kecil maka dia menyembelih hewan itu. Aku merasa dia memaksudkannya untuk
aqiqah dan kurban. Dan dia membagi dagingnya dan memakan sebagian darinya.”
Abdullah bin Ahmad bertanya
kepada ayahnya tentang aqiqah di hari idul Adha, apakah itu mencukupi sebagai
kurban dan aqiqah. Ayahnya (Imam Ahmad) berkata: “ Ada kalanya itu adalah
kurban, dan adakalanya aqiqah, tergantun akan apa yang dikatakannya.
Ibn al-Qayyim berkata:
Dari (riwayat-riwayat) ini ada
tiga macam pendapat dari Ima Ahmad bin Hanbal:
1. Sembelihan itu mencukupi akan keduanya (aqiqah dan kurban)
2. Sembelihan itu menjadi salah satu dari keduanya (aqiqah saja
atau kurban saja).
3. Sembelihan itu mauquf (tidak jelas hukumnya)
Dasar dari pendapat yang pertama,
adalah bahwa kedua sembelihan itu dikarenakan dua sebab yang berbeda, maka
sembelihan yang satu tidaklah mencukupi untuk sembelihan yang lainnya seperti
denda mut’ah dan denda fidyah.
Dasar dari pendapat kedua,
hasilnya maksud dari keduanya (aqiqah dan kurban) dengan satu sembelihan, karena menyembelih kurban untuk anak
disyariatkan seperti menyembelih aqiqah untuknya, maka jika dia menyembelih
kurban dan berniat untuk aqiqah dan kurban maka keduanya terjadi, hal ini seperti
kalau dia shalat dua rakaat dimana dia berniat shalat tahiyatul masjid dan
shalat sunnah rawatib.
(Tuhfah al-Maudud fi Ahkam
al-maulud, hal 50)
Sayyid Sabiq berkata:
قَالَ الْحَنَابِلَةُ: وَإِذَا اجْتَمَعَ يَوْمُ النَّحْرِ
مَعَ يَوْمِ الْعَقِيْقَةِ فَإِنَّهُ يُمْكِنُ اْلإِكْتِفَاءُ بِذَبِيْحَةٍ
وَاحدَةٍ عَنْهُمَا، كَمَا اجْتَمَعَ يَوْمُ عِيْدٍ وَيَوْمُ جُمْعَةٍ وَاغْتَسَلَ
ِلأَحَدِهِمَا
Para ulama madzhab Hanbali
berkata: “ Apabila hari penyembelihan (kurban) berkumpul dengan hari aqiqah,
maka memungkinkan untuk mencukupkan
dengan sembelihan salah satu dari keduanya (kurban dan aqiqah). Seperti halnya
apabila hari raya dan hari jum’ah berkumpul (jadi satu) dan dia mandi untuk
salah satunya (hari raya atau hari jum’at)
(Fiqih Sunnah hal 280, juz 3)
Syaikh Ali Bashbirin berkata:
لَوْ نَوَى الْعَقِيْقَةَ وَاْلاُضْحِيَةَ لَمْ تَحْصُلْ
غَيْرُ وَاحِدَةٍ عَنْ حج وَيَحْصُلُ الْكُلُّ عن م ر
Apabila ada orang yang berniat
aqiqah dan kurban maka tidaklah tercapai (kecuali) salah satunya saja menurut
Ibnu Hajar al-Haitami, dan menurut Imam ar-Romli semuanya tercapai.
(Itsmad al-‘Ainain fi Ba’di
ikhtilaf asy-Syaikhain hal 77)
Imam al-Bajuri berkata:
وَهَذَا مَبْنِيٌّ عَلىَ قَوْلِ الْعَلاَّمَةِ ابْنِ حَجَرٍ
أَنَّهُ لَوْ أَرَادَ بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ اْلاُضْحِيَةَ وَالْعَقِيْقَةَ لَمْ
يَكْفِ لَكِنَّ الَّذِى صَرَّحَ بِهِ الْعَلاَّمَةُ الرَّمْلِيُّ أَنَّهُ يَكْفِى.
Didasarkan atas ucapan Ibnu Hajar:
“Kalau seseorang dengan kambing satu bermaksud untuk kurban dan aqiqah maka
tidaklah mencukupi.” Akan tetapi Imam Romli menganggapnya mencukupi.
(Hasyiah al-Bajuri ‘ala Ibn
Qosim al-Ghozi hal 304, juz 2)
Dari uraian tersebut di atas
maka pendapat yang terkuat (menurut saya) adalah pendapat yang memperbolehkan
untuk ber-aqiqah yang dilaksanakan bersamaan waktunya dengan kurban dan kedua
maksud ini akan tercapai (yaitu kurban dan aqiqah) meskipun ini bukanlah
pendapat yang mu’tamad (terkuat) dalam madzhab Syafi’i.
Jadi jika ada orang yang
bergabung bersama-sama untuk membeli sapi untuk dijadikan kurban, dan ada salah
satu dari mereka yang berniat untuk aqiqah, maka niat orang yang ber-aqiqah itu
tercapai dan demikian pula niat orang-orang yang berkurban pun juga tercapai.
Wallohu a’lam bish-showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar