Faidah 2
Hadits ini juga menunjukkan orang yang dipanggil Juhainah ini adalah orang yang terakhir masuk surga setelah disiksa di neraka,
Hal ini tidak bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
آخِرُ
مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّة رَجُلٌ فَهُوَ يَمْشِى مَرَّةً وَيَكْبُوْ
مَرَّةً، وَتَسْفَعُهُ النَّارُ مَرَّةً. فَإِذَا مَا جَاوَزَهَا الْتَفَتَ
إِلَيْهَا. فَقَالَ: تَبَارَكَ الَّذِي نَجَّانِي مِنْكِ.
Orang yang
terakhir memasuki surga adalah seorang lelaki yang sesekali berjalan,
sesekali jatuh tersungkur, dan sesekali neraka menghanguskan (kulit)nya.
Maka ketika ia melewati neraka, maka ia menoleh kepadanya lalu berkata:
Maha Berkah Allah yang telah menyelamatkanku darimu.
Karena ini
adalah orang yang terakhir memasuki surga dari orang-orang yang melewati
ash-Shirot (jembatan) untuk pergi ke surga dan tidak memasuki neraka
sama sekali.
Sedangkan Juhainah adalah orang yang terakhir memasuki surga dari orang-orang yang keluar dari neraka.
Ath-Thabrani meriwayatkan dari hadits Abu Hudzaifah dan Abu Sa’id al-Khudri:
كَانَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ يُسِيْءُ الظَّنَّ بِعَمَلِهِ فَقَالَ ِلأَهْلِهِ: إِذَا مُتُّ فَأَحْرِقُوْنِيْ
Ada
seorang lelaki dari masa sebelum kalian berburuk sangka akan amalnya,
kemudian ia berkata kepada keluarganya: “Jika aku mati maka kalian
bakarlah aku.”
Ada yang berpendapat nama orang ini adalah Juhainah
yaitu orang yang terakhir masuk surga dan orang terakhir (dari umat yang
beriman) dari neraka.
Faidah 3
Perkataan “Di sisi Juhainah ada ada berita yang menyakinkan.”
Ini adalah salah satu amtsal (peribahasa) yang populer di kalangan orang arab sebelum munculnya agama Islam.
Ibnu
Hamdun menyatakan hal ini disebabkan karena cerita yang terkenal bahwa
ada seorang lelaki yang bernama Juhainah mengetahui suatu cerita tentang
pembunuhan yang samar urusannya, kemudian banyak orang yang
menyebutkannya hingga jadilah perkataan ini menjadi permisalan
(peribahasa) yang dipergunakan masarakat.
Hadits ini memberikan
isyarat betapa pentingnya kita berhati-hati saat menyampaikan suatu
berita dan mencek kebenarannya terlebih dahulu sehingga kita menjadi
orang yang dapat dipercaya orang lain dan tidak menimbulkan berita yang
tidak benar atau gosip yang dapat menyusahkan orang lain.
Allah SWT berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَاْلفُؤَادَ كُلٌّ اُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُوْلاً.
Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya
itu akan dimintai pertanggung jawabannya.
[S. al-Israa: 36]
Faidah 4
Hadits
ini juga memberikan isyarat bahwa berita perseorang (khobar ahad) dapat
diterima jika orang yang menyampaikannya adalah orang yang terpercaya
(tsiqoh).
Sedangkan apabila orang yang menyampaikan berita itu
tidak dapat dipercaya (fasiq) maka kita diperintahkan untuk mencek dan
menelitinya terlebih dahulu.
Allah SWT berfirman:
يَا آيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوْا أَنْ
تُصِيْبُوْا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلىَ مَا فَعَلْتُمْ
نَادِمِيْنَ.
Hai orang-orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti, agar
kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. [S.
al-Hujuraat: 6]
Ayat ini juga merupakan dalil perlu adanya
verifikasi oleh pers dari berbagai pihak saat memberitakan sesuatu
hingga dapat menyampaikan berita dengan cara yang berimbang dan tidak
merugikan orang lain.
Sebelumnya Selanjutnya
(Mufrodat) (faidah 1) (faidah 3) (Takhrij)
Download doc pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar