Alamat

Jl Diponegoro Gg. III Cepu - Jawa Tengah Indonesia

Rabu, 15 Mei 2013

Kisah Sayyid Alawi dan As-Sa'di Palsukah? bag-8



8. Tujuan Periwayatan tersebut:

Sebetulnya bagian ini tidak perlu saya komentari karena merupakan kesimpulan penulis bantahan yang didasari persangkaan yang kurang baik dari kisah ini. Tetapi untuk memuaskan pembaca, saya akan memberikan sedikit komentar saja.

Pertama, ucapan penulis: Pertama, sampai kepada disyariatkannya keumuman tabarruk.

Komentar saya:
Dalil-dalil naqli yang telah saya sebutkan sebelumnya telah membuktikan kebolehan melakukan amalan tabarruk ini.
Dan ucapan dan tindakan sahabat Umar saat mencium hajar Aswad itu justru menjadi dalil kebolehannya melakukan tabarruk.

Kedua, menampakkan ulama shufi sebagai orang yang lebih alim dari ulama wahhabiy …

Komentar saya:
Ini adalah kesimpulan yang tergesa-gesa diambil oleh penulis, karena bukankah suatu hal yang wajar bila seorang ulama memiliki satu kelebihan di bandingkan ulama yang lain.
Misalnya si ulama A itu lebih pandai nahwu dibanding ulama B, dan si ulama B lebih pandai fiqih daripada ulama A.
Jadi bukanlah merupakan suatu aib kalau kemudian si ulama B belajar nahwu  pada ulama A dan ulama A belajar fiqih pada ulama B.
Contoh yang terkenal  adalah riwayat Nabi Musa saat merasa dirinya paling  pandai, maka Allah lalu memerintahkan beliau untuk menemui Nabi Khidir. Ini bukan berarti Nabi Khidir lebih alim daripada Nabi Musa, akan tetapi beliau memiliki ilmu yang tidak dimiliki Nabi Musa, yaitu tentang ilmu akan hakikat sesuatu. 

Ketiga ucapan penulis: Permasalahannya sekarang bukanlah pada pengarang akan tetapi pada akal orang yang membenarkan riwayat lemah seperti riwayat ini. Seandianya saja pengarang tidak mengetahui kebodohan dan sedikitnya ilmu orang yang akan menukil riwayat ini untuk mereka, dia tidak akan berbuat lancang atas mereka.

Komentar saya:
Jika para pembaca memikirkan dan merenungkan secara adil dan obyektif, saya rasa para pembaca akan bisa memilih sikap sendiri antara membenarkan kisah ini atau pun tidak.

Ke empat, Ucapan penulis:  demi kemenangan atas dakwa salafiyah

Komentar saya:
Jika memang kita mau berdakwah, sebaiknya tenaga kita tidak usah disia-siakan untuk membicarakan permasalah an khilafiyah seperti tabarruk, tawassul dan yang lainnya yang justru akan memperuncing perbedaaan antara sesame umat Islam bahkan dapat menimbulkan perpecahan.
Demikian pula dalam menanggapi kisah ini, jika memang para pembaca tidak mempercayainya, itu adalah hak para pembaca dan tidak perlu kemudian dibantah dengan tulisan yang penuh dengan persangkaan-persangkaan yang buruk sehingga justru menimbulkan perselisihan atau perpecahan. Jika memang dirasakan perlu adanya bantahan, tulislah bantahan yang ilmiah dan dengan dalil-dalil yang kuat dengan gaya bahasa yang sopan dan tidak merendahkan.
Karena tujuan dari dari da’wah adalah mengajak um at untuk mengamalkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mencapai ketentraman dunia dan akhirat.
Bagaimana umat akan menjadi tenang jika para da’inya saja berselisih dan bertengkar hanya karena masalah furu’iyyah ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar