8. Tujuan Periwayatan
tersebut:
Sebetulnya bagian ini tidak
perlu saya komentari karena merupakan kesimpulan penulis bantahan yang didasari
persangkaan yang kurang baik dari kisah ini. Tetapi untuk memuaskan pembaca,
saya akan memberikan sedikit komentar saja.
Pertama, ucapan penulis: Pertama, sampai kepada
disyariatkannya keumuman tabarruk.
Komentar saya:
Dalil-dalil naqli yang telah saya sebutkan
sebelumnya telah membuktikan kebolehan melakukan amalan tabarruk ini.
Dan ucapan dan tindakan sahabat Umar saat
mencium hajar Aswad itu justru menjadi dalil kebolehannya melakukan tabarruk.
Kedua, menampakkan
ulama shufi sebagai orang yang lebih alim dari ulama wahhabiy …
Komentar saya:
Ini adalah kesimpulan yang tergesa-gesa diambil
oleh penulis, karena bukankah suatu hal yang wajar bila seorang ulama memiliki
satu kelebihan di bandingkan ulama yang lain.
Misalnya si ulama A itu lebih pandai nahwu
dibanding ulama B, dan si ulama B lebih pandai fiqih daripada ulama A.
Jadi bukanlah merupakan suatu aib kalau
kemudian si ulama B belajar nahwu pada
ulama A dan ulama A belajar fiqih pada ulama B.
Contoh yang terkenal adalah riwayat Nabi Musa saat merasa dirinya paling pandai, maka Allah lalu memerintahkan beliau untuk menemui Nabi Khidir. Ini bukan berarti Nabi Khidir lebih alim daripada Nabi Musa, akan tetapi beliau memiliki ilmu yang tidak dimiliki Nabi Musa, yaitu tentang ilmu akan hakikat sesuatu.
Contoh yang terkenal adalah riwayat Nabi Musa saat merasa dirinya paling pandai, maka Allah lalu memerintahkan beliau untuk menemui Nabi Khidir. Ini bukan berarti Nabi Khidir lebih alim daripada Nabi Musa, akan tetapi beliau memiliki ilmu yang tidak dimiliki Nabi Musa, yaitu tentang ilmu akan hakikat sesuatu.
Ketiga ucapan penulis: Permasalahannya
sekarang bukanlah pada pengarang akan tetapi pada akal orang yang membenarkan
riwayat lemah seperti riwayat ini. Seandianya saja pengarang tidak mengetahui
kebodohan dan sedikitnya ilmu orang yang akan menukil riwayat ini untuk mereka,
dia tidak akan berbuat lancang atas mereka.
Komentar saya:
Jika para pembaca memikirkan dan merenungkan
secara adil dan obyektif, saya rasa para pembaca akan bisa memilih sikap sendiri
antara membenarkan kisah ini atau pun tidak.
Ke empat, Ucapan penulis: demi kemenangan atas dakwa salafiyah
Komentar saya:
Jika memang kita mau berdakwah, sebaiknya
tenaga kita tidak usah disia-siakan untuk membicarakan permasalah an khilafiyah
seperti tabarruk, tawassul dan yang lainnya yang justru akan memperuncing
perbedaaan antara sesame umat Islam bahkan dapat menimbulkan perpecahan.
Demikian pula dalam menanggapi kisah ini, jika
memang para pembaca tidak mempercayainya, itu adalah hak para pembaca dan tidak
perlu kemudian dibantah dengan tulisan yang penuh dengan
persangkaan-persangkaan yang buruk sehingga justru menimbulkan perselisihan
atau perpecahan. Jika memang dirasakan perlu adanya bantahan, tulislah bantahan
yang ilmiah dan dengan dalil-dalil yang kuat dengan gaya bahasa yang sopan dan
tidak merendahkan.
Karena tujuan dari dari da’wah adalah mengajak
um at untuk mengamalkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga
dapat mencapai ketentraman dunia dan akhirat.
Bagaimana umat akan menjadi tenang jika para
da’inya saja berselisih dan bertengkar hanya karena masalah furu’iyyah ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar